keperawatan

Selasa, 28 April 2015

stikes piala sakti haznel



SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn M
 DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPALASI ( BPH )
DI RUNGAN OK RSUD Dr. ACHMAD MOCHTARBU KITTINGGI

Description: http://1.bp.blogspot.com/_iyEXix5S1w0/TQRYl0hz0PI/AAAAAAAAAAQ/VLlQSCLk0bA/S220/New%2BPicture.png

OLEH :
KELOMPOK KGD : OK
Kamil Rasyad
Rina Elvita
Mona Oktavina
Yulia Wati


            CI KLINIK                                                          CI AKADEMIK



( Ns. H. Herman Gusnardi S,Kep )                         ( Ns. Hafizun S,Kep )                      

PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN
PARIAMAN
2015

KATA PENGANTAR
           
            Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya seminar ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam tugas ini kami membahas “ Asuhan keperawatan pada Tn. M dengan BENIGNA PROSTAT HIPERPALASI ( BPH ) DI RUANGAN OK RSUD Dr. Achmad mochtar Bukittinggi”. Seminar ini diajukan untuk menyelesaikan siklus KGD praktek profesi NERS STIKes Piala Sakti Pariaman.
            Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam – dalam nya kami sampaikan :
·         Bapak Ns. H. Herman Gusnardi S,Kep sebagai CI. OK yang sudah membimbing kami.
·         Ns. Hafizun S. Kep sebagai CI akademik di RSAM Bukittinggi yang sudah membimbing kami.
·         Uni – uni Ruangan OK yang sudah memberikan kritik dan sarannya untuk seminar ini.
·         Rekan – rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk seminar ini.
Demikian seminar ini kami buat semoga beranfaat bagi kita semua.
                                                                        Bukittinggi, Maret 2015

                                                                             ( Kelompok KGD )

BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi disegala bidang dalam kehidupan ini membawa dampak yang sangat signifikan terhadap peningkatan kwalitas hidup. Status kesehatan, umur harapan untuk hidup dan bertambahnya usia lanjut yang melebihi perkiraan statistik. Kondisi tersebut akan merubah komposisi dan kasus- kasus pentakit infeksi yang terjadinya menempati urutan pertama sekarang bergeser penyakit – penyakit yang dengeneratif dan metabolik yang menepati urutan pertama. Kasus dengenaratif yang diderita oleh kaum pria yang menempati urutan yang tersering adalah kasus Benigna Prostad  Hipertrofi ( BPH ) karena kasusu ini menyebabkan tidak lancarnya saluran perkemihan ( Smeltzer 2002 ). Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Kejadian BPH pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50 %, pada usia 80 tahun angka kejadiannya 60 %. Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing tersa panas, kencing menetes dan lama – lama bisa menyebabkan tidak bisa kencing ( anuria ). Hal ini dipengaruhi karena kebiasaan para pria mengangkat beban berat dalam waktu rentang lama, faktor penuaan, dan faktor hormonal (  Harnawati, 2008 ).
Angka kejadian BPH Di RSUD Achmad Muctar Bukitinggi dalam bulan Februari 2015 ditemukan kasusnya BPH dengan jumlah 11 orang yang melakukan operasi TUR P rata – rata usia 60 tahunan.
Berdasarkan urian diatas maka kelompok akan membahas masalah keperawatan pada kasus yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn M  DENGAN  PENYAKIT BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI N DIRUANGAN  OK RSUD ACHMAD MUCHTAR  BUKITTINGGI .

B.  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn M dengan kasus Benigna Prostat Hipertropi
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu menjelaskan konsep yang terkait tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi 
b.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian yang terkait tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi 
c.       Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi 
d.      Mahasiswa mampu melakukan rencana keperawatan yang terkait  tentang Benigna Prostat Hipertropi 
e.        Mahasiswa mampu melakukan implementasi tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi 
f.       Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi keperawatan tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi  .
g.      Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn M dengan diagnosa BPH di Ruangan OK RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi




BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Defenisi
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).


B.  Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1.    Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.
2.    Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3.    Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4.    Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat
5.    Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

C.  Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital
1.    Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2.    Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.

D.  Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).













E.   PathwDescription: LAPORAN PENDAHULUAN BPH
F.   Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.    Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
o   (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
o   (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
o   (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
o   (disuria).nyeri pada saat miksi

Gejala obstruktif meliputi:
o     rasa tidak lampias sehabis miksi.
o     (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
o     (straining) harus mengejan
o     (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2.    Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3.    Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4.    Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urine
I
II
III
IV
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total
5.    Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala :
1)   Hemorogi
a.    Hematuri
b.    Peningkatan nadi
c.    Tekanan darah menurun
d.   Gelisah
e.    Kulit lembab
f.     Temperatur dingin
2)   Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3)   Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a.    bingung
b.    agitasi
c.    kulit lembab
d.   anoreksia
e.    mual muntah
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

H.  Pemeriksaan Penunjang
1.      Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2.      Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3.      Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

I.     Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat  karena ia tidak dapat berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH  antara lain:
  • Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
  • Terapi medikamentosa
-          Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
-          Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
  • Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
-          Retensi urin berulang
-          Hematuri
-          Tanda penurunan fungsi ginjal
-          Infeksi saluran kemih berulang
-          Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
-          Ada batu saluran kemih.
1.  Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat  pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
 a.  Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
 b.  Prostatektomi  Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi  dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.
 c.   Prostatektomi retropubik.
        Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis  dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit. 
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
  1. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
            Yaitu suatu prosedur  menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
     3.    TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
        TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika  (Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
  Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum  transuretral












BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A.   PENGKAJIAN
1.    Sebelum Operasi
a.  Data Subyektif
-       Klien mengatakan nyeri saat berkemih
-       Sulit kencing
-       Frekuensi berkemih meningkat
-       Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
-       Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
-       Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
-       Pancaran urin melemah
-       Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
-       Kalau mau miksi harus menunggu lama
-       Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
-       Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
-       Urin terus menetes setelah berkemih
-       Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
-       Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b.  Data Obyektif
-       Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
-       Terpasang kateter
2.    Sesudah Operasi
a.  Data Subyektif
-       Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
-       Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
b.  Data Obyektif
-       Ekspresi tampak menahan nyeri
-       Ada luka post operasi tertutup balutan
-       Tampak lemah
-       Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3.    Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang dialami pasien.

4.    Pengkajian fisik
a.  Gangguan dalam berkemih seperti
      Sering berkemih
-       Terbangun pada malam hari untuk berkemih
-       Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
-       Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
-       Rasa tidak puas sehabis miksi
-       Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
-       Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
-       Nyeri saat berkemih
-       Ada darah dalam urin
-       Kandung kemih terasa penuh
-       Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
-       Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b.  Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
c.   Kaji status emosi : cemas, takut
d.  Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e.  Kaji tanda vital
5.    Kaji pemeriksaan diagnostik
-       Pemeriksaan radiografi
-       Urinalisa
-       Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6.    Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Pre operasi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
Tujuan umum                    : Gangguan kenyamanan dapat dicegah atau berkurang
Intervensi
Rasional
1.    Kaji fisiologi dan lokasi ketidaknyamanan. Catat tanda-tanda verbal dan non verbal.





2.    Berikan informasi tentang nyeri dan bantu pasien melakukan teknik distraksi dan teknik relaksasi.

3.    Nilai tekanan darah dan denyut nadi, catat perubahan tingkah laku. Bedakan kurang istirahat yang berhubungan dengan shock dari yang berhubungan dengan nyeri.
4.    Ubah  posisi pasien, kurangi rangsangan dan lakukan pengosokan punggung. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi.
1.     Klien tidak dapat mengungkapkan keluhan tentang nyeri dan ketidaknyamanan ; walaupun nyeri otot post operasi mungkin diharapkan, dapat menampilkan perkembangan komplikasi.
2.     Menolong mengurangi nyeri, dihubungkan dengan nyeri agar pasien lebih memahami dan meningkatkan rasa nyaman pasien.
3.     Nyeri dapat menimbulkan kurang istirahat dan peningkatan dalam tekanan darah dan denyut nadi


4.     Relaksasi nyeri dan pengalihan dari sensasi nyeri  

2.      Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses bedah.
Tujuan umum  : Rasa cemas dan khawatir berkurang
Intervensi
Rasional
1. Tinjau ulang pengalaman pasien
2. Dorong pasien mengungkapkan pikiran dan perasaan
3. Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan
4. Pertahankan kontak yang sering dengan pasien
5. Berikan informasi yang akurat
1.        Untuk menentukan intervensi selanjutnya
2.        Member kesempatan untuk memeriksa rasa takut realitas serta kesalahan konsep
3.        Membantu pasien merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi
4.        Memberikan keyakinan bahwa klien tidak sendiri atau ditolak
5.        Dapat menurunkan kecemasan dan memungkinkan klien membuat keputusan berdasarkan realita

3.      Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologi
Tujuan Umum :
4.      Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme kandung kemih.
Tujuan umum      : Bunyi usus ada, pola eliminasi normal ditetapkan kembali.

Intervensi
Rasional
1.    Auskultasi bunyi usus di empat kuadran abdomen setiap 4 jam setelah kelahiran.


2.    Palpasi abdomen, catat ketegangan atau ketidaknyamanan.


3.    Catat pengeluaran flatus atau sendawa
4.    Pertahankan tingkat hidrasi dengan cairan oral saat bunyi usus ada

5.    Hindari pemberian minuman yang sangat panas atau dingin dan yang mengandung karbohidrat  kepada ibu.
6.    Anjurkan latihan kaki dan peregangan abdomen, meningkatkan pergerakan dini.



7.    Berikan cairan oral ketika bunyi usus ada, tingkatkan dari cairan jernih ke cairan lengkap.

8.    Berikan diet yang tetap protein untuk 24-48 jam pertama setelah kelahiran caesarea saat peristaltic.   
1.      Biasanya bunyi usus tidak terdengar di hari pertama setelah prosedur pembedahan, pusing/pingsan di hari ke dua dan aktifitas di hari ke tiga.
2.      Distensi atau ketidaknyamanan menandakan pembentukan gas dan penumpukan atau kemungkinan ileus peralitik.
3.      Menandakan pergerakan rectum.
4.      Hidrasi membantu mencegah penyerapan yang berlebihan dari saluran intestinal dan mencegah konstipasi.
5.      Semua penyumbang pembentukan gas.


6.      Pergerakan yang berkembang maju setelah 24 jam setelah kelahiran caesarea meningkatkan peristaktik dalam pengeluaran serta menghilangkan atau mencegah nyeri gas.
7.      Klien biasanya dapat menerima cairan oral dengan baik setelah prosedur pembedahan jika pergerakan usus ada.
8.      Membentu mencegah atau memperkecil pembentukan gas.   

b. Post operasi
1.      Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
Tujuan Umum             : Nyeri berkurang dan hilang
Intervensi
Rasional
1.    Kaji fisiologi dan lokasi ketidaknyamanan. Catat tanda-tanda verbal dan non verbal.





2.    Berikan informasi tentang nyeri dan bantu pasien melakukan teknik distraksi dan teknik relaksasi.

3.    Nilai tekanan darah dan denyut nadi, catat perubahan tingkah laku. Bedakan kurang istirahat yang berhubungan dengan shock dari yang berhubungan dengan nyeri.
4.    Ubah  posisi pasien, kurangi rangsangan dan lakukan pengosokan punggung. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi.
1.     Klien tidak dapat mengungkapkan keluhan tentang nyeri dan ketidaknyamanan ; walaupun nyeri otot post operasi mungkin diharapkan, dapat menampilkan perkembangan komplikasi.
2.     Menolong mengurangi nyeri, dihubungkan dengan nyeri agar pasien lebih memahami dan meningkatkan rasa nyaman pasien.
3.     Nyeri dapat menimbulkan kurang istirahat dan peningkatan dalam tekanan darah dan denyut nadi


4.     Relaksasi nyeri dan pengalihan dari sensasi nyeri  

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
Tujuan Umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas normal. Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus tetap  lembut dan tidak empuk dan lochia bebas dari bau.
Intervensi
Rasional
1.    Angkat balutan verban abdomen sesuai indikasi



2.    Bantu sesuai keperluan dengan mengangkat benang kulit

3.    Anjurkan klien untuk mandi air hangat setiap hari.



4.    Berikan oxytoksin atau preparat ergometrium, beri infuse oksitoksin yang sering dianjurkan secara rutin untuk 4 jam setelah prosedur pembedahan.
5.    Ambil darah vaginal dan kultur urine bila infeksi dicurigai.







6.    Berikan infus antibiotik profilaksis.     
1.    Memudahkan insisi untuk kering dan meningkatkan penyembuhan setelah 24 jam pertama menjalani prosedur pembedahan.
2.    Insisi biasanya sudah cukup sembuh untuk pengangkatan benang pada 4-5 hari setelah prosedur pembedahan.
3.    Mandi sering diijinkan setelah hari ke-2 menjalani prosedur kelahiran caesarea dapat meningkatkan kebersihan dan dapat merangsang sirkulasi dan penyembuhan luka
4.    Mempertahankan kontraksi miometrial oleh karena menurunya penyebaran bakteri melalui dinding uterus, membantu dalam pengeluaran bekuan dan selaput.
5.    Bekterimial lebih sering pada ibu yang mengalami ruptur membrane untuk 6 jam atau lebih lama dari pada klien yang mempunyai membran tetap utuh sebelum menjalani kelahiran caesarea, pemasangan kateter tidak tetap, mempredisposisi klien untuk kemungkinan infeksi.
6.    Menurunkan / mengurangi kemungkinan endometritis post partum sebagaimana halnya dengan komplikasi seperti abses insisi atau trombophlebitis pelvis.   

3.      Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d kurangnya paparan informasi.
Tujuan umum      :    Mengatasi kurang pengetahuan dan kurang informasi.
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji tingkat pengetahuan ibu dan keluaga ,dan identifikasi area kebutuhan belajar. Tentukan strategi yang cocok untuk belajar .dokumentasikan aktifitas ibu dan reaksi.
2. Kaji status fisik ibu, merencanakan kelompok/individu mengikuti pemberian obat-obatan atau klien berada dalam keadaan nyaman dan istirahat.

3. Kaji status spikologi dan respon terhadap kelahiran caesarea dan peran menjadi ibu.

4. Kaji kesiapan untuk belajar.


5. Berikan infirmasi yang berhubungan dangan perawatan diri sendiri.

6. Berikan infirmasi yang berhubungan dabgam perawatan bayi, anjurkan untuk mendemonstrasikan kembali.
7. Berikan pengajaran pulang mengenai kemungkinan komplikasi


8. Berikan informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan tindak lanjut post partum.

1.   Membantu ibu untuk menentukan rencana dalam memperoleh informasi.



2.   Ketidaknyamanan berhubungan dengan usus, kandung kemih atau insisi yang biasanya kurang berat setelah post operasi 3-6 hari, kemungkinan ibu berkonsentrasi lebih lengkap pada pembelajaran.
3.   Kecemasan berhubungan dangan kemampuan ibu untuk merawat dirinya sendiri dan anaknya.
4.   Selama hari 2-3 post partum, lkien biasanya menerima untuk belajar.
5.   Memudahkan kemandirian, membantu mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuhan.
6.   Membantu ibu / keluarga dalam pengawasan tugas yang baru.


7.   Dapat mengetahui perdarahan atau gangguan dalam penyembuhan memerlukan penilaian selanjutnya oleh dokter.
8.   Seringkali penilaian post partum bagi ibu dengan kelahiran seksio caesarea dijadwalkan pada 1 minggu sampai sesuai kebutuhan.     

4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi.
Tujuan umum      :      Kebutuhan klien dan bayi terhadap kenyamanan dan kebersihan dasar terpenuhi.
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji beratnya dan lamannya ketidaknyamanan.






2. Kaji status spikologis





3. Kaji jenis anestesis, catat setiap instruksi atau protocol mengenai pengaturan.

4. Ganti posisi klien setiap 1-2 jam, bantu klien dalam latihan pernapasan, pergerakan dan latihan kaki



5. Berikan bantuan seperlunya dengan kebersihan (perawatan mulut, mandi, menggosok belakang, perawatan perineal).
6. Tawarkan pilihan bila mungkin catat pilihan minuman, penjadwalan mandi.

7. Berikan kesempatan kepada ibu untuk berinteraksi dan memeluk bayinya. Bantu seperlunya.

8. Monior kemajuan dalam peningkatan tanggung jawab untuk merawat diri dan bayi serta dalam motivasi psikologi.
1.  Intensitas/kehebatan nyeri mempunyai respon emosional dan tingka laku sehingga kemungkinan ibu tidak mampu mempokuskan pada aktifitas perawatan diri sampai kebutuhan fisik terhadap kenyamanan terpenuhi.
2.  Pengalaman nyeri fisik kemungkinan ditambah dengan keprihatinan emosional yang mempengaruhi keinginan dan motivasi ibu untuk menerima kemandirian.
3.  Ibu yang menjalani anastesi spinal untuk berbaring datar tanpa bantal untuk 6-8 jam setelah pemberian anastesi.
4.  Membantu mencegah komplikasi pembedahan seperti phlebitis atau pneumonia yang dapat terjadi ketika tingkat ketidaknyamanan dapat mempengaruhi penggantian posisi normal klien.
5.  Meningkatkan harga diri, meningkatkan perasaan aman dan nyaman.

6.  Memungkinkan beberapa kemandirian sekalipun ibu tergantung pada balutan professional.
7.  Bantuan dalam babarapa interaksi pertama atau hingga keteter intervena diangkat, mencegah ibu dari gangguan perasaan atau ketidaknyamanan.
8.  Melalui hari ke 2-3 post partum ibu bergerak dari fase talking in ke fase talking hold.






























BAB IV
Asuhan kegawat daruratan pada Tn. M dengan
BENIGNA PROSTATHIPERPALASI (BPH)
            Nama Mahasiswa        : Kelompok OK
            Tgl pengkajian : 2 Maret 2015

1.      Pengkajian primer
A (Airway)      : jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan,batuk (-)
 muntah (-   ), tidak ada perdarahan pada jalan nafas
B (Brething)    : tidak ada pengguanaan alat bantu pernafasan, tidak ada mengalami kesulitan bernafas, tidang ada pergerakan cuping hidung, RR : 22 x/i
C (Circulation) : nadi : 89 x/i, TD : 130/90 mmHg, hematoma tidak ada, capila refil 1 detik (normal), tidak ada udema
                     Akral teraba dingin, kunjungtiva tidak anemis.
D (Disability) : Ku : sedang, reflek pupil baik, GCS :15 E4 M6 V5
                       
2.      Pengkajian sekunder
a.       Identitas klien
Nama                     :           Ny. M
Agama                   :           Islam  
Pendidikan                        :           -
Umur                     :           72 tahun
Alamat                  :           Sungai Puar
Suku                      :           Minang 
No MR                  :          
Tgl masuk              :           02 – 03 – 2015
b.      Alasan masuk / keluhan utama
Klien masuk melalui Ruangan OK DR.achmad mochtar pada tanggal 2  Maret 2015 di antar oleh perawat ruangan kelas bedah dan keluarga untuk rencana operasi pada tanggal 2 Maret 2015 dengan tindakan TUR-P , klien mengatakan operasi ini sudah direncanakan 1 bulan selama kunsul rawat jalan di Poli  Bedah.
c.       Riwayat kesehatan
·         Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 02 – 03 – 2015 klien mengatakan tubuhnya dingin dan menggigil, klien mengatakan sedikit cemas untuk pelaksanaan tindakan operasi, klien mengatakan klien susah untuk buang air kecil.
TTV :
Td : 130/90 mmHg
N  : 89 x/i
R  : 22 x/i
S  : 36,5
·         Riwayat kesehatan dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan kalau klien sebelumnya tidak pernah mengalami kelainan seperti yang dideritanya sekarang ini, klien mengatakan ada riwayat hipertensi, DM (-), asma (-) maupun penyakit beresiko lainnya.
·         Riwayat penyakit keluarga
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan kalau klien tidak ada dari keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama seperti yang di alami klien saat ini..
·         Alergi
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi makanan maupun alergi obat – obatan.
d.    Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum           :           sedang
TTV                             :           TD : 130/90 mmHg
                                                N    : 89 x/i
                                                S     : 36,5 ºC
                                                RR  : 22 x/i

b.      Kepala dan rambut
Rambut klien bersih, rambut pendek dan beruban, rambut tidak rontok, toidak ada oedema dan tidak terdapat jejas pada kepala      
c.       Mata
Mata klie simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak terdapat oedema pada palpebra.
Fx penglihatan berkurang.
d.      Hidung
Hidung tidak ada secret maupun cairan
Tidak ada perdarahan pada hidung, tidak ada polip
e.       Telinga
Telinga klien simetris
Tidak ada serumen ataupun secret / perdarahan
Fungsi pendengaran berkurang, tidak ada kelainan
f.       Mulut dan telinga
Bibir kering, mukosa bibi agak kering, tidak ada stomatitis
Gigi tidak lengkap
g.      Leher
Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan kelenjer getah bening, tidak ada kaku kuduk
h.      Dada
·         Paru – paru
Ins : dada simetris kiri kanan
  Pergerakan dinding dada simetris
Pal : premitus kiri dan kanan
Per : sonor
Aus : bunyi vesikuler, suara tambahan tidak ada
·              Jantung  
Ins            : iktus coordis tampak
 Tidak ada jejas
Pal            : iktus cordis teraba di ICS ke V middclavicula sistra
Per : redup saat diketuk
Aus: bunyi jantung ireguler
i.        Abdomen
Ins      : tidak ada distensi abdomen, tidak ada jejas
Pal      : tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas 
Per      : kuadran kanan atas pekak (hati)
             Kuadran kanan bawah tympani
  kuadran kiri atas pekak (jantung)
             Kuadran kiri bawah tympani
Aus     : bising usus 3 – 5 x/detik
j.        Ekstremitas
Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah baik
Kulit klien berwarna sawo matang dan keriput
Tidak ada oedema pada ekstremitas
k.      Genitalia
Tidak ada kelainan pada genitalia klien
Klien tidak terpasang kateter dan keadaan bersih
l.        Theraphy / pengobatan Anestesi
-          Terpasang IVRL 20 tetes x/i
-          Lidokain
-          Tramadol
-          Ranitidin
-          Ondan sentron
-          Ketorolak

m.    Pemeriksaan penunjang
·         Labor
*. Kimia klinik I (09-02-2015)
HGB  :  14,6 (g/dl)                        P : 13,0 - 16,0
                                                      L : 12,0 - 14,0
RBC  : 5,08  (10^6/Ul)                 P :  4,3  - 5,5
                                                      L :  4,0 – 5,0
HCT  :  42,6  (%)                          P  : 40,0 – 48,0
                                                      L  :37,0 – 43,0
MCV  :  83,9   (fl)
WBC  :  6, 31  (10^3/Ul                5,0 – 10,0
PLT    :  243    (10^3/Ul                150 – 400
LED   :  6    mm/jam                     L  :  < 10
                                                      P  :  < 15

CT     :   4
BT     :  5
     






















ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Masalah
1

PRE OPERATIF

DS :
-          klien mengatakan semalam sering terbangun waktur tidurnya
-          klien mengatakan terkadang terbayang saat tindakan di OK
-          klien mengatakan berapa lama proses operasinya

DO :
-          klien kelihatan sedikit tenggang saat di ruangan premidikasi

-          TD    : 130/90      mmHG

-           
-          Nadi : 92 x/i
-          RR    : 22 x/i



Situasi / lingkungan operasi


Ansietas
2
INTRA OPERATIF

DS :  -


DO :
-          Pendarahan 150 CC
-          Pasien puasa kurang lebih 9 jam
-          TD 130/ 90 mmHg
-          Nadi 92 x/i
-          RR : 22 x/i


Pembatas intake
( puasa )
Perdarahan intra op


Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3
DS :
-           
DO :
-          Klien menggunakan alat diatermi dipasang pada daerah betis
Pemasangan alat diatermi dan pemakian alat instrumen dan benang bedah
Resiko cidera luka bakar dan tertinggalnya benda asing
4
POST OPERATIF

DS :
-           
DO :
-          Klien post operasi TUR P, dengan pentotal, lidokain, kesadaran samnolen GCS ( 4 – 6), TD : 110 / 80, Nadi : 88 x / i , RR :  20 x/i, nafas spontas




Efek genaral anestesi


Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan dan sirkulasi





Diagnosa Keperawatan
a.       Pre Operasi
ü  Ansietas berhubungan dengan situasi / lingkungan ruangan premedikasi dan operasi
b.      Intra Operasi
ü  Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pembatas intake ( pusa ) pendarahan intra op
ü  Resiko terjadinya cidera luka bakar berhubungan dengan pengguanaan alat diatermi selama operasi TUR P
c.       Pasca Anestesi
ü  Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan dan sirkulasi berhubungan dengan efek general anestesi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar