keperawatan

Minggu, 30 Maret 2014

stikes piala sakti








2.1.1 PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183)
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula.
2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2)
Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
(Corwin, 2001 : 298)
2.1.3 MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
Smeltzer and Bare, 2002 : 2343)

 
2.1.4 PATOFISILOGIS
woc
 

 
2.1.5 KLASIFIKASI / JENIS
a) Fraktur komplet
Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet
Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c) Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
1) Grade I     :Luka bersih, panjang <>
2) Grade II     :Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
e) Jenis khusus fraktur
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4)
Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor)
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
(Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)
2.1.6 Proses Penyembuhan Tulang
a. Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.

 

 
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.
(Rasjad, 1998 : 399 – 401)
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
(Doenges, 2000 : 762)

 

 
2.1.8 Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
(Sjamsu Hidayat, 1997 : 1155)
  1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1`pengkajian
  1. identitas klien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
  1. Keluhan utama
Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini
  1. Riwayat kesehatan
·         Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan kecelakaan, patah tulang
·         Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
·         Riwayat kesehatan keluarga
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau fraktur seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan tulang lainnya.
  1. Aktivitas istirahat
Adakah kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur keterbatasan imobilitas
  1. Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat, pucat bagian yang terkena.
  1. Neurosensori
Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.
  1. Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/ kram otot.
  1. Keamanan
Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal
2.2.2 Analisa data
1.      Data subjektif
·         Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, nyeri
·         Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri)
·         Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan diri sendiri
1.      Data objktif
·         Gangguan mobilitas
·         Edema pada esktremitas yang fraktur
·         Adanya deformitas
·         Adanya peningkatan suhu pada esktremitas yang fraktur
·         Skala nyeri meningkat jika ekstremitas digerakan

 

 
2.2.3 Diagnose keperawatan dan intervensi
  1. Nyeri b.d Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)

 
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan

 
Kriteria Hasil :
·         Klien mengatakan nyeri berkurang
·         Klien tampak rileks, mampu berpartisifasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1.      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
2.      Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3.      Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
4.      Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
5.      Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
6.      Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
7.      Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
8.      Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan

 
Rasional
1.      Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera
2.      Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
3.      Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
4.      Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
5.      Membantu menghilangkan astetas
6.      Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
7.      Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
8.      Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.

 
  1. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot
    Intervensi :
    1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
    2. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
    3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
      d.
    4. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
    5. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
    6. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus.

 
Rasional :
1.      Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual
2.      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji
3.      Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dengan masa otot
4.      Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
5.      Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
6.      Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
  1. Kerusakan Integritas Jaringan b.d fraktur terbuka
    Intervensi :
    1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna
    2. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
    3. Ubah posisi dengan sering
    4. Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
    1. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, edema
    2. Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
    3. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
    4. Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.

 
  1. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan
    Intervensi :
    1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
    2. Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
    3. Berikan perawatan pen / kawat steril
    4. Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak enak
    5. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
    6. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema local
    7. Berikan obat sesuai indikasi

 
  1. Rasional
    1. Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan abrasi
    2. Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi local
    3. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
    4. Menghindari infeksi
    5. Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
    6. Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.
      ( Doenges, 2000 )