2.1.1
PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang
karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 :
1915)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183)
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya
konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang
bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur Tibia Fibula adalah terputusnya tulang tibia dan
fibula.
2.1.2
ETIOLOGI
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan
ditempat tersebut.
2)
Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti
osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri :
usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
(Corwin,
2001 : 298)
2.1.3
MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
Smeltzer
and Bare, 2002 : 2343)
2.1.4
PATOFISILOGIS
woc
2.1.5
KLASIFIKASI / JENIS
a) Fraktur komplet
Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet
Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c) Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
1) Grade I :Luka bersih, panjang
<>
2) Grade II :Luka lebih besar / luas
tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
e) Jenis khusus fraktur
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,
sedang sisi lainnya membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah
tulang.
4)
Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong
kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit pegel, tumor)
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau
tendon pada perlekatannya
10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke
fragmen tulang lainnya.
(Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 – 2358)
2.1.6
Proses Penyembuhan Tulang
a. Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh
darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan
otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum,
disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif
tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum
tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan
regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan
fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur
teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi
lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada
6 -8 bulan.
(Rasjad, 1998 : 399 – 401)
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur
trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan
fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
e.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
(Doenges,
2000 : 762)
2.1.8
Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian
fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya,
jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen
seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam
ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama
tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator
eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
2.1.9
Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal
union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
(Sjamsu
Hidayat, 1997 : 1155)
- Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1`pengkajian
- identitas klien
meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, penanggung jawab dan
hubungan dengan klien.
- Keluhan utama
Tanyakan
pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini
- Riwayat kesehatan
·
Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan
bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan kecelakaan, patah tulang
·
Riwayat kesehatan dahulu
Adakah
dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
·
Riwayat kesehatan keluarga
Adakah
didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau fraktur seperti klien atau
penyakit yang berhubungan dengan tulang lainnya.
- Aktivitas istirahat
Adakah
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur keterbatasan imobilitas
- Sirkulasi
Hipertensi
( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)
Hipotensi
( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat, pucat bagian yang
terkena.
- Neurosensori
Adanya
kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.
- Kenyamanan
Nyeri
tiba-tiba saat cedera, spasma/ kram otot.
- Keamanan
Leserasi
kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal
2.2.2 Analisa data
1.
Data subjektif
·
Kesulitan dalam beraktivitas :
kelemahan, nyeri
·
Mudah lelah, kesulitan istirahat (
nyeri)
·
Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan diri
sendiri
1.
Data objktif
·
Gangguan mobilitas
·
Edema pada esktremitas yang fraktur
·
Adanya deformitas
·
Adanya peningkatan suhu pada
esktremitas yang fraktur
·
Skala nyeri meningkat jika
ekstremitas digerakan
2.2.3 Diagnose keperawatan dan
intervensi
- Nyeri b.d Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)
Tujuan
: nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan
Kriteria
Hasil :
·
Klien mengatakan nyeri
berkurang
·
Klien tampak rileks,
mampu berpartisifasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1.
Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
2.
Ringgikan dan dukung
ekstremitas yang terkena
3.
Hindari menggunakan
sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
4.
Evaluasi keluhan nyeri,
perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
5.
Dorong pasien untuk
mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
6.
Dorong menggunakan
teknik managemen stress / nyeri
7.
Berikan alternatif
tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
8.
Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
Rasional
1.
Menghilangkan nyeri dan
mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera
2.
Meningkatkan aliran
balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
3.
Dapat meningkatkan
ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
4.
Meningkatkan keefektifan
intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
5.
Membantu menghilangkan
astetas
6.
Meningkatkan kemampuan
keping dalam manajemen nyeri
7.
Meningkatkan sirkulasi
umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
8.
Diberikan untuk
menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
- Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan
otot
Intervensi : - Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
- Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
- Dorong penggunaan latihan isometrik mulai
dengan tungkai yang tersakit
d. - Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
- Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
- Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus.
Rasional :
1.
Pasien mungkin dibatasi
oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual
2.
Meningkatkan aliran
darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan gerak
sendi, mencegah kontraktur / afroji
3.
Kontraksi otot isometrik
tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan
dengan masa otot
4.
Menurunkan resiko
kontraktur heksi pangul
5.
Meningkatkan kekuatan
otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
6.
Mempertahankan hidrasi
tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
- Kerusakan Integritas Jaringan b.d fraktur
terbuka
Intervensi : - Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna
- Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
- Ubah posisi dengan sering
- Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
- Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, edema
- Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
- Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
- Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
- Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma
jaringan
Intervensi : - Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
- Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
- Berikan perawatan pen / kawat steril
- Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak enak
- Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
- Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema local
- Berikan obat sesuai indikasi
- Rasional
- Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan abrasi
- Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi local
- Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
- Menghindari infeksi
- Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
- Dapat mengindikasikan adanya
osteomrelitis.
( Doenges, 2000 )