TINJAUAN
TEORISTIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian:
Anemia
adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (HB) atau
hematokrit (HT) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau
perubahan fungsi tubuh. Terdapat banyak perbedaan jenis anemia. Beberapa
menyebabkan ketidak adekuatan pembentukan sel sel darah merah ( eritropoiesis);
SDM prematur atau penghancuran SDM yang berlebihan (hemolisi); kehilangan
darah( penyebab yang paling umum ); faktor-faktor etiologi lainnya yaitu
defisit zat besi dan nutrien, faktor faktor hereditas, dan penyakit kronis.
(brunner dan suddarth, 2000, Hal : 22)
Anemia adalah gejala dari kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya
nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan
penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang
menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan
hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
2. Etiologi
Anemia
terjadi sebagai skibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah
merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel darah merah. Penyebab
anemia adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah karena kegagalan dari
sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan
rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang
timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi
pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit
gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya. Pasien yang
menderita anemia kronis lebih dapat mentolerir tindakan bedah dibandingkan
dengan penderita anemia akut. Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan
untuk penderita anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk
menganggkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecendrungan rusaknya
mekanisme pertahanan selular.( Pedersen, G. W 1996, Hal : 114 ).
3. Patofisiologi :
Menurut
Wiwik, h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal : 92) patofisiologi pada klien
anemia ialah timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi. Pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel
fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin yang terbentuk dalam
fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan
berdifusi dalam glumerulus ginjal dan ke dalam urine.
Pada
dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut (1)Anoksia organ
target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan. (2)Mekanisme kompensasi terhadap anemia.
4. Gambaran klinis
gejala
awal yang tersembunyi dan derajat beratnya anemia dapat timbul pada saat
menentukan diagnosis. Biasa terjadi diare dan berat badan yang berkurang,
pireksia ringan ikterus karena hemolisis dan warna pucat membuat kulit
berwarna kuning lemon, lidah halus, atrofi dan dapat nyeri tekan. Splenomegali
merupakan hal yang lazim. Perubahan degeneratif pada saluran medula spinalis
posterior dan lateral dapat menyebabkan degenerasi kombinasi subakut dengan
kerusakan sensasi permukaan seperti “ sarung tangan dan kaus kaki” dengan
hilangnya rasa vibrasi dan proprioseptif. Reflek tendo cepat tetapi sentakan
pergelanngan kaki sering berkurang. Refleks plantar berupa ekstensor. Ataksia
dan keadaan konfusional toksik dapat timbul. Jika tidak diberikan terapi,
demensia akan timbul.( hayes P, C & mackay T, W. 1997, Hal ; 353)
Komplikasi
Anemia
Anemia juga menyebabkan daya tahan
tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi.
Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas,
jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada
kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat
badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh,
termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
5. Tanda dan gejala
Meurut
harirson ( 1999, Hal : 56) Presentase klinis dari pasien yang anemik bergantung
pada penyakit yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta
kronisitasnya anemia. Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui
prinsip-prinsip patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili
penyesuaian kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa
sel darah merah.
Derajat
saat gejala-gejala timbul pada pasien anemik tergantung pada beberapa faktor
pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk
berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang
lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang
timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya
penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten,
atau leukeumia serebral sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.
6. Penatalaksanaan terapi
Pada
setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan
setelah diagnosis ditegakkan.
b. Terapi diberikan atas indikasi yang
jelas, rasional, dan efesien.
Jenis-jenis
terapi yang dapat diberikan adalah
a. Pada kasus anemia dengan payah jantung
atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing
anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia yang di jumpai, misalnya
preperat besi untuk anemia defesiensi besi.
c. Terapi kausal, terapi kausal
merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia
misalnya anemia defesiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing
tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empires)
terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi
ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi. Terapi ini hanya
dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian
terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon
yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus
dilakukan evaluasi kembali. (Wiwik, h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal : 42)
7. Pemeriksaan diagnostic
Menurut
wiwik, H., &Hariwibowo,A. S (2008, Hal : 41) pemeriksaan laboratorium pada
klien dengan anemia adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan laboratorium hematolgis
dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
1) Tes penyaring, tes ini dikerjakan
pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat
dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini
meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks
eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
2) Pemeriksaan rutin merupakan
pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung
diferensial, dan hitung retikulosit.
3) Pemriksaan sumsum tulang:
pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk
mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya
tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus:
pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal
sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis tersebut
pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
a) Anemia defisiensi besi : serum iron,
TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik: asam folat
darah/ertrosit, vitamin B12.
c) Anemia hemolitik: hitung
retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukeumia akut biasanya
dilakukan pemeriksaan sitokimia.
b. Pemeriksaan laboratorium
nonhematogolis meliputi
1) Faal ginjal
2) Faal endokrin
3) Asam urat
4) Faal hati
5) Biakan kuman
c. Pemeriksaan penunjang lainnya, pada
bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1) Biopsy kelenjar uang dilanjutkan
dengan pemeriksaan histopatologi
2) Radiologi: torak, bone survey, USG,
atau linfangiografi.
3) Pemeriksaan sitogenetik.
4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR =
polymerase chain raction, FISH = fluorescence in situ hybridization).
Pengobatan Anemia
(untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :1. Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
Pemberian preparat fe
Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
B. Asuhan keperawatan
Menurut
doengoes (2000) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi
pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan,
malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja.
Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea
pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang
tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah
kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat
kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik
dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural.
Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas
(warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai
keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler
melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi).
Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut;
kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c.
Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis,
gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan
darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e.
Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet
protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut,
pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan
penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah
; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda :
peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP).
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis
(AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara :
sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru.
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan
dispnea.
i.
Seksualitas
Gejala : perubahan aliran
menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan
wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa keperawatan
Adapun
diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia mernurut
doengoes (1999) ialah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrient ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak
mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
e. Konstipasi atau diare berhubungan
dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi
obat.
f. Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan
kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal
sumber informasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi
tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan
intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional
: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan
bunyi adventisius. Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan
jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional :
iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas.
Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan
dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional
: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap
terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional :
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : – melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk
aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis,
misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi
pilihan intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena
defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional
: manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi
suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional :
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat
bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas
secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa
kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak
mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan
nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang
disukai. Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional :
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional :
mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan. Rasional : menurunkan kelemahan,
meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan
gejala lain yang berhubungan. Rasional : gejala GI dapat menunjukkan
efek anemia (hipoksia) pada organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan
sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan
pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. Rasional :
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin
diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional :
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional
: meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional :
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan
oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk
mencegah cedera dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi
kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila
pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan
sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia
seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan
sabun. Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang
sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan
kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional :
meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
e. Konstipasi atau Diare berhubungan
dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi
obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan
sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional
: membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang
tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara
umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional :
dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi
jantung. Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila
konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional :
menurunkan distress gastric dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal
dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi
diare. Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat
dan bulk. Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air
dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan
bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk
bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional :
mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida
dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil.
(kolaborasi). Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f. Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin
leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan
dan pasien. Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.
Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora
normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan
luka. Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional
: menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan
batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen
paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional :
membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan
mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila
memungkinkan. Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat
terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia
dengan atau tanpa demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi
membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator
infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit
tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
(kolaborasi) Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi
pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
(kolaborasi). Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk
menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan
kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal
sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic
dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan
penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab. Melakukan tiindakan
yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan
kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional :
memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional
: ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya
meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya. Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang. Rasional : dengan mengetahui penyakit dan
kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi
rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya. Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman
klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. Implementasi
Pelaksanaan
merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berabagai
strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai
hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari
pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien (Hidayat, A,
2008. hal; 122).
5.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A, 2008. hal; 124).
Daftar pustaka
Pedersen, G. W. (1996) Buku Ajar
praktis bedah Mulut. Alih bahasa : drg. Purwanto & drg Basoeseno. Jakarta :
EGC.
Baughman,
D. C., & Hckley, J.C. (2000) Keperawatan medikal-bedah : buku saku untuk brunner dan suddarth. alih bahasa : yasmin
asih. Editor : Monica Ester. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar