1.
DEFINISI
Menurut Hudak (1998) dalam
Asih & Effendy (2004), Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana
kompartemen alveolar terisi oleh eksudat. Pneumonia merupakan penyebab kematian
yang cukup tinggi pada klien lanjut usia.
Menurut Corwin (2001),
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah, penyakit ini adalah
infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian besar pneumonia
disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah
infeksi virus.
Pengertian Pneumonia (Peradangan
Organ Paru-paru) – Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau
peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab
menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan.
Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru
atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau
terlalu banyak minum alkohol. Namun penyebab yang paling sering
ialah serangan bakteria streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus.
2.
ETIOLOGI
Menurut Corwin (2001), Penyebab tersering pneumonia
bakterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia steptrokokus. Bakteri staphylococcus aureus adalah
streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering menyebabkan pneumonia, demikian
juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh virus misalnya
influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai
yang disebabkan oleh suatu organisme yang berdasarkan beberapa aspeknya berada
diantara bakteri dan virus.
3.
PATOFISIOLOGI
Menurut
Chirstman (1995) dalam Asih & Effendy (2004), Dari berbagai macam
penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri, jamur, dan riketsia, pneumonitis
hypersensitive dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia juga dapat terjadi
akibat aspirasi, yang paling jelas adalah pada klien
yang
diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran
pernafasan atas yang terinfeksi, namun tidak semua kolonisasi akan mengakibatkan
pneumonia.
Menurut Asih & Effendy (2004),
mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur, yaitu:
1)
Ketika individu terinfeksi batuk,
bersin atau berbicara, mikroorganisme dilepaskan kedalam udara dan terhirup
oleh orang lain.
2)
Mikroorganisme dapat juga
terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi pernafasan
yang terkontaminasi.
3)
Pada individu yang sakit atau
hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat menjadi patogenik
4)
Staphylococcus dan bakteri
gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi sistemik, sepsis,
atau jarum obat IV yang terkontaminasi.
Pada
individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru dikeluarkan atau bertahan
dalam pipi melalui mekanisme perubahan diri seperti reflex batuk, kliens
mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang
rentan, pathogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin
yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun, yang
keduanya mempunyai efek samping yang merusak.
Reaksi
antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme
merusak membrane mukosa bronchial dan membrane alveolokapiler. Inflamasi dan
edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkiales terminalisterisi oleh debris
infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika
pneumonia disebabkan oleh staphilococcuc atau bakteri gram-negatif dapat
terjadi juga nekrosis parenkim paru.
Pada
pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons inflamasi, dan
eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya mengarah pada
perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral disebabkan oleh virus
biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk
infeksin sekunder bakteri dengan memberikan suatu lingkungan ideal untuk
pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel bersilia, yang normalnya
mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian bawah.
4.
STADIUM PNEUMONIA BAKTERIALIS
Menurut
Meldawati (2009), Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat empat stadium penyakit,
antara lain:
1)
Stadium I disebut hyperemia
Mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat
infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan sel cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifan jalur komplemen. Kompelen bekerja sama dengan
histamine dan prostaglandin untuk melemaskan oto polos vaskuler paru dan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabknan perpindahan eksudat
plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi penurunankecepatan difusi
gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, maka
perpindahan gas ini kedalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini,
infeksi menyebar kejaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan
rusaknya alveolus dan membrane kapiler disekitar tempat infeksi seiring dengan
berlanjutnya proses peradangan.
2) Stadium
II disebut hepatisari merah
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai
bagian dari reaksi peradangan.
3) Stadium III
disebut hepatisasi kelabu
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih
berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saaat ini, endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel
4)
Stadium IV disebut resolusi
Terjadi sewaktu respons imun dan
peradangan peradangan, mereda; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah
dicerna; dan makrofag; sel pembersih pada reaksi peradangan, mendominasi.
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut
Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia,
tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan oleh bakteri.
Gejala-gejala mencakup:
1)
Demam dan menggigil akibat proses
peradangan
2) Batuk yang
sering produktif dan purulen
3) Sputum berwarna
merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus
aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa)
4)
Krekel (bunyi paru tambahan).
5)
Rasa lelah akibat reaksi peradangan
dan edema.
6)
Biasanya sering terjadi respons
subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan sesak atau kesulitan bernafas yang
dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas.
7)
Mungkin timbul tanda-tanda sianosis
8)
Ventilasi mungkin berkurang akibat
penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan atelektasis absorpsi.
9)
Hemoptisis, batuk darah, dapat
terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler atau akibat reaksi
peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.
6.
PERTIMBANGAN GERONTOLOGIS
Menurut
Stanley & Beare (2007), tiga hal klasik pada pneumonia, seperti: batuk,
demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terjadi pada lansia. Sedangkan
perubahan yang sering menyertai pneumonia pada lansia adalah seperti
peningkatan pernafasan (lebih dari25 kali per menit), peningkatan produk
sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan, dan hipotensi
(sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosis
pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada
umumnya terjadi dengan pneumonia.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut
Dinkes Provinsi Jawa Barat (2009), berikut ini untuk menegakkan
diagnostic penderita Pneumonia.
Diagnostik
pneumonia ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan (terutama infeksi
saluran pernafasan yang baru saja dialami diitujukan untuk memperkirakan
kemungkinan sumber infeksi berhubungan dengan faktor resiko, seperti : (a)
adanya penyakit sebelumnya : PPOK (penyakit paru obstruktif kronis)-(H.influenzae),
kejang / tidak sadar-(kuman gram negatif dari pencernaan), penurunan
kemampuan pertahanan tubuh / kecanduan obat-obatan terlarang – (gram
negatif, jamur), usia bayi – (virus), muda – (M. pneumoniae), perjalanan
penyakit cepat dengan dahak yang kotor berwarna kemerahan – (S. pneumoniae),
perjalanan penyakit perlahan dengan dahak sedikit – (M. pneumoniae)
1. Laboraorium
Peningkatan sel
darah putih (leukositosis) umumnya didapatkan sebagai tanda adanya infeksi oleh
bakteri. kadar sel darah putih yang normal atau rendah dapat menandakan infeksi
terjadi akibat virus, atau pada infeksi yang sudah berat sehingga kemampuan tubuh
menjadi menurun. Kondisi
ini pula dapat terjadi pada penderita dengan gangguan sistem pertahanan tubuh
(penderita AIDS, pengguna steroid jangka panjang), dan juga pada orang tua.
Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui seberapa berat perjalanan penyakit
dan kondisi penderita saat itu.
Pemeriksaan perkembang biakan
bakteri (kultur bakteri) perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti bakteri
yang berkembang sehingga penggunaan antibiotika dapat diberikan lebih
tepat. Pengambilan bahan untuk kultur dapat berasal dari sputum, darah,
aspirasi sekret, aspirasi jarum transtorakal, atau
bronkoskopi.
2.
Pencitraan
Gambaran x-ray dapat ditemukan
gambaran bercakan keras (infiltrat) pada segmen apikal lobus bawah atau di
daerah tengah paru, diperkirakan akibat aspirasi kuman di saluran pencernaan.
Infiltrat di lobus atas sering disebabkan oleh Klebsiella sp,
tuberkulosis atau amiloidosis. Infiltrasi pada lobus bawah dapat disebabkan
oleh Staphylococcus sp. ,
Gambaran lesi kista (seperti bola)
dengan gambaran cairan-udara (air-fluid level) curiga suatu abses
(bisul) dalam paru, yang disebabkan oleh infeksi anaerob, gram negatif atau
amiloidosis. Terkumpulnya cairan pada rongga pleura (efusi) sering diakibatkan
oleh infeksi S. pneumoniae, dapat juga disebabkan oleh kuman anaerob (S.
pyogenes, E.coli dan Staphyllococcus sp). Pada kasus-kasus ini
diperlukan pengamatan yang ketat dan pemeriksaan x-ray dada berulang untuk
melihat perkembangan dari penyakit.
3.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
4.
Pemeriksaan Khusus
Titer
antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
8.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Menurut Meldawati
(2009), Penatalaksaan untuk pneumonia tergantung pada penyebab sesuai dengan
yang ditemukan oleh pemeriksaan sputum Pengobatan dan mencakup, antara
lain:
1. Antibiotik,
terutama untuk pneumonia bakterialis pneumonia lain juga dapat diobati dengan
antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder
2.
Istrahat
3.
Hidrasi untuk membantu melancarkan
sekresi
4.
Tekhnik-tekhnik bernafas dalam untuk
menningktakan ventilasi alveolus dan mengurang resiko atelektasis.
5.
Juga diberikan obat-obat lain yang
spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi dari biakan sputum.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA
Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala :Kelemahan,
kelelahan dan insomnia
Tanda :letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat adanya/ GJK kronik
Tanda :
Takikardia penampilan kemerahan atau cepat
c. Integritas ego
Gejala :Banyaknya
stressor, masalah finansial
d. Makanan/cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan mual/muntah dan adanya riwayat DM
Tanda :
Distensi Abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk
dan penampilan kakeksia (malnutrisi)
e. Neurosor
Gejala :Sakit
kepala daerah frontal (Influenza)
Tanda :perubahan
mental (bingung, samnolen)
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Sakit
kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh
batuk, nyeri dada
substernal (Influenza), mialgia dan artalgia
Tanda :Melindungi
area yang sakit (penderita biasanya tidur pada sisi yang sakit untuk mengatasi
pergerakan )
g. Pernafasan
Gejala :
Riwayat adanya / ISK Kronis, PPOM, merokok sigaret. Takipnea, dispnea,
progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda :Sputum;
merah muda, berkarat, purulen.
Perkusi
: pekak diatas area yang konsolidasi
Pramitus : Taktil dan vocal terhadap meningkat
konsilidasi gesekan triksi pleura
Bunyi nafas : Menurun atau tidak
ada diatas area terlibat, nafas bronchial
Warna : Pucat/sianosis bibir/kuku
h. Keamanan
Gejala Riwayat gangguan system imun, misal SLE, AIDS, penggunaan steroid
atau khemoterapi, Insitusinalisai, ketikmampuan umum demam
Tanda Berkeringat menggigil berulang, gemetar
Kemerahan mungkin pada kasus rubeola, Varisela
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
riwayat mengalami pembedahan penggunaan
alcohol kronis Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama dirawat : 6,8 hari
Rencana pemulangan bantuan dengan perawatan diri.
Oksigen mungkin
diperlukan,bila ada kondisi pencetus.
Diagnosa
Keperawatan Intervensi
Menurut Mutaqqin
Arif (2008), berikut Diagnosa Keperawatan beserta Intervensi :
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mucus
yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema ystem, edema trakeal/
faringeal.
DS : -Klien
mengatakan mengeluh sesak nafas
DO: -Takipneu/pernafasan
cepat, dangkal disertai cuping hidung
-
Bunyi nafas bronchial, ronkhi
-
Pernafasan menggunakan otot aksesori
-
Dispneu, sianosis
Tujuan: dalam
waktu 2x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali
efektif
Kriteria Evaluasi:
- Klien
mampu melakukan batuk efektif
- Pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa da
penggunaan otot bantu nafas.
- Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan
normal
Intervensi :
MONITOR
- Kaji fungsi
pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu
nafas).
- Kaji kemampuan
klien mengleuarkan sekresi. Lalu
catat karekter dan volume sputum
TINDAKAN MANDIRI
- Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan
nafas dalam dan batuk yang efektif
- Pertahankan intake cairan sedikitnya
2500ml/hari kecuali tidak di indikasi
- Bersihkan secret dari mulut dan trakea
bila perlu, lakukan penghisapan (suction)
KOLABORASI
- Kolaborasi pemberian sesuai indikasi
obat antibiotic
- Pasang Bronkodilator, jenis aminophilin,
via intravena
b.
Resiko tinggi gangguan pertukarangas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveola-kapiler, edema bronchial.
DS: -Klien
mengatakan Sesak nafas
DO: -
Dispneu, sianosis
-Takikardia
-
Gelisah
Tujuan;
Dalam waktu 2x24 jam
setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi;
-
Dilaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernafasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi :
MONITOR
- Kaji
dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, ekspansi thoraks
dan kelemahan
- Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan
perubahan pada kulit-termasuk memdran mukosa dan kuku
TINDAKAN MANDIRI
- Ajarkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi
khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkhim paru
- Tingkatkan tirah baring, batas aktifitas dan kebutuha perawatan diri
sehari-hari sesuai keadaan klien
KOLABORASI
- Kolaborasi Pemeriksaan AGD
- Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
c. Hipertermi
yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bekteremia/piremia, penigkatan laju
metbolisme umum.
DS : -Mengeluh
demam
DO: -Suhu
tubuh meningkat
Batasan karakteristik:
foto roncten thoraks menunjukan danya pleuritis, suhu diatas 30OC,
diaphoresis intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3, dan kultur
sputum positif.
Kriteri evaluasi:
Suhu tubuh normal (36-37OC)
Intervensi :
MONITOR
- Kaji
saat timbulnya demam
- Kaji tanda-tanda
vital tiap 3 jam atau lebih sering
TINDAKAN MANDIRI
- Berikan
kebutuhan cairan ekstra
- Berikan kompres dingin
- Kenakan pakaian minimal
- Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman
seperti mengelap bagian punggung klien, mengganti alat tenun yang kering
setelah diaphoresis, member minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya
yang redup, dan sedatife ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada
kulit dan bibir
KOLABORASI
- Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian
antipiretik
- Berikan antibiotic
sesuai dengan ajuran dan evaluasi kefektifannya. Tinjau kembali semua
obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi
obat . jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.
d. Intoleransi aktifitas yang berhubungan
dengan kelemahan fisk peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan
pertukaran gas.
DS : - Klien mengatakan susah melakukan aktifitas seperti biasanya klien
mengeluh sesak pada saat bernafas
DO : -Terdapat
bunyi ronchi
-Klien tampak
memegangi daerah dada
- Klien tampak menindih area yang sakit untuk mengurangi
rasa sakit
Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan ktifitas
minimal , diaphoresis, takikardia pada aktifitas minimal
Criteria evaluasi
- Klien mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
- Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa
mengalami nafas tersengal-sengal, sesak nafas dan kelelahan
Intervensi :
MONITOR
- Monitor frekuansi nadi dan nafas sebelum
dan sesudah aktivitas
- Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan
nafas meningkat secara cepat daan klien mengeluh sesak nafas dan kelelahan,
tingakatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi
TINDAKAN MANDIRI
- Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai denga kebutuhannya.
Beri klien waktu istirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas
- Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan
pencegaha terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah
baring lama
KOLABORASI
- Konsultasikan dengan dokter jika sesak nafas tetap ada atau
bertambah berat saat istirahat
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan merabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan
sekunder terhadap demam
DS: -
Nafsu makan menurun
-Berat badan menurun,
-lemah
DO: -Tonus
otot menurun
Batasan krakteristik :
mengatakan anoreksia, makan kurang 40 % dari yang seharusnya, penurunan BB dan
mengeluh lemah
Criteria evaluasi :
- Klien
mendemonstrasikan intake mekanan untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan
BB lebih lanjtu, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi :
MONITOR
- Pantau :
presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Timbang BB tiap
hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
TINDAKAN MANDIRI
-Memberikan perawatan
mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan
PEN KES
- Dukung klien untuk mengkonsumsi makanan tiggi kalori,
tinggi protein.
KOLABORASI
-Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan
mudah dikunyah jika ada sesak nafas berat.
- Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan
yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama skit panas
f. Resiko kekurangan volume cairan
yang berhubungan dengan demam, diaphoresis, dan masukan oral sekunder terhadap
proses pneumonia
DS : -Klien
mengatakan sering haus
DO : -Tekanan
darah 90/70 mmHg
-Nadi : 50 x
permenit
Batasan karakteristik : menyatakan haus, hipernatremia, membrane mukosa
kering, urine kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekurnsi
nadi lemah, dan tekanan darah menurun
Criteria evaluasi :
- Klien mampu mendemontrasikan perbaikan status cairan dan
elektrolit.
- Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 –
1,025, natrium serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit
baik,tidak ada penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.
MONITOR
- Pantau Intake dan output cairan setiap 8
jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisis urin dan elektrolit
serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.
- Monitor intake cairan dan output urine
tiap 6 jam.
TINDAKAN MANDIRI
-Berikan
terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain
itu berikan pola tindakan-tindakan pencegahan.
- Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dukung
klien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.
KOLABORASI
-Laporkan pada dokter jika ada
tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar