keperawatan

Minggu, 23 Maret 2014

asuhan keperawatan pneumonia



1.      DEFINISI

   Menurut Hudak (1998) dalam Asih & Effendy (2004), Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana kompartemen alveolar terisi oleh eksudat. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut usia.                            
   Menurut Corwin (2001), Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah, penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus.
Pengertian Pneumonia (Peradangan Organ Paru-paru) – Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Namun penyebab yang paling sering ialah serangan bakteria streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus.


2.      ETIOLOGI

Menurut Corwin  (2001), Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia steptrokokus. Bakteri staphylococcus aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh virus misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai yang disebabkan oleh suatu organisme yang berdasarkan beberapa aspeknya berada diantara bakteri dan virus.

3.      PATOFISIOLOGI

Menurut Chirstman (1995) dalam Asih & Effendy (2004), Dari berbagai macam penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri, jamur, dan riketsia, pneumonitis hypersensitive dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia juga dapat terjadi akibat aspirasi, yang paling jelas adalah pada klien
yang diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran pernafasan atas yang terinfeksi, namun tidak semua kolonisasi akan mengakibatkan pneumonia.
   Menurut Asih & Effendy (2004), mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur, yaitu:
1)        Ketika individu terinfeksi batuk, bersin atau berbicara, mikroorganisme dilepaskan kedalam udara dan terhirup oleh orang lain.
2)        Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi.
3)        Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat menjadi patogenik
4)        Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.

Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru dikeluarkan atau bertahan dalam pipi melalui mekanisme perubahan diri seperti reflex batuk, kliens mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, pathogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun, yang keduanya mempunyai efek samping yang merusak.
Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak membrane mukosa bronchial dan membrane alveolokapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkiales terminalisterisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh staphilococcuc atau bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.
Pada pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons inflamasi, dan eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya mengarah pada perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat membuat tahap untuk infeksin sekunder bakteri dengan memberikan suatu lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel bersilia, yang normalnya mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian bawah.                                                    
   

4.      STADIUM PNEUMONIA BAKTERIALIS

Menurut Meldawati (2009), Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat empat stadium penyakit, antara lain:
1)        Stadium I disebut hyperemia
Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel  imun dan sel cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifan jalur komplemen. Kompelen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan oto polos vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabknan perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi penurunankecepatan difusi gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, maka perpindahan gas ini kedalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama pneumonia ini, infeksi menyebar kejaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membrane kapiler disekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses peradangan.

2)         Stadium II disebut hepatisari merah
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi peradangan.

3)        Stadium III disebut hepatisasi kelabu
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saaat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel

4)        Stadium IV disebut resolusi
Terjadi sewaktu respons imun dan peradangan  peradangan, mereda; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag; sel pembersih pada reaksi peradangan, mendominasi.




5.      MANIFESTASI KLINIS

Menurut Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan oleh bakteri. Gejala-gejala mencakup:
1)        Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2)        Batuk yang sering produktif dan purulen
3)        Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa)
4)        Krekel (bunyi paru tambahan).
5)        Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan edema.
6)        Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan sesak atau kesulitan bernafas yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas.
7)        Mungkin timbul tanda-tanda sianosis
8)        Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan atelektasis absorpsi.
9)        Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler atau akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.

6.      PERTIMBANGAN GERONTOLOGIS

Menurut  Stanley & Beare (2007), tiga hal klasik pada pneumonia, seperti: batuk, demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terjadi pada lansia. Sedangkan perubahan yang sering menyertai pneumonia pada lansia adalah seperti peningkatan pernafasan (lebih dari25 kali per menit), peningkatan produk sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan, dan hipotensi (sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosis pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada umumnya terjadi dengan pneumonia.






7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Menurut  Dinkes Provinsi Jawa Barat (2009), berikut ini untuk menegakkan diagnostic  penderita Pneumonia.
Diagnostik pneumonia ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan (terutama infeksi saluran pernafasan yang baru saja dialami diitujukan untuk memperkirakan kemungkinan sumber infeksi berhubungan dengan faktor resiko, seperti : (a) adanya penyakit sebelumnya : PPOK (penyakit paru obstruktif kronis)-(H.influenzae), kejang / tidak sadar-(kuman gram negatif dari pencernaan), penurunan kemampuan pertahanan tubuh / kecanduan obat-obatan terlarang – (gram  negatif, jamur), usia bayi – (virus), muda – (M. pneumoniae), perjalanan penyakit cepat dengan dahak yang kotor berwarna kemerahan – (S. pneumoniae), perjalanan penyakit perlahan dengan dahak sedikit – (M. pneumoniae)
1.      Laboraorium
Peningkatan sel darah putih (leukositosis) umumnya didapatkan sebagai tanda adanya infeksi oleh bakteri. kadar sel darah putih yang normal atau rendah dapat menandakan infeksi terjadi akibat virus, atau pada infeksi yang sudah berat sehingga kemampuan tubuh menjadi menurun. Kondisi ini pula dapat terjadi pada penderita dengan gangguan sistem pertahanan tubuh (penderita AIDS, pengguna steroid jangka panjang), dan juga pada orang tua. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui seberapa berat perjalanan penyakit dan kondisi penderita saat itu.
Pemeriksaan perkembang biakan bakteri (kultur bakteri) perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti bakteri yang berkembang sehingga penggunaan  antibiotika dapat diberikan lebih tepat. Pengambilan bahan untuk kultur dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi sekret, aspirasi jarum transtorakal, atau bronkoskopi.          
2.        Pencitraan
Gambaran x-ray dapat ditemukan gambaran bercakan keras (infiltrat) pada segmen apikal lobus bawah atau di daerah tengah paru, diperkirakan akibat aspirasi kuman di saluran pencernaan. Infiltrat di lobus atas sering disebabkan oleh Klebsiella sp, tuberkulosis atau amiloidosis. Infiltrasi pada lobus bawah dapat disebabkan oleh Staphylococcus sp. ,
Gambaran lesi kista (seperti bola) dengan gambaran cairan-udara (air-fluid level) curiga suatu abses (bisul) dalam paru, yang disebabkan oleh infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis. Terkumpulnya cairan pada rongga pleura (efusi) sering diakibatkan oleh infeksi S. pneumoniae, dapat juga disebabkan oleh kuman anaerob (S. pyogenes, E.coli dan Staphyllococcus sp). Pada kasus-kasus ini diperlukan pengamatan yang ketat dan pemeriksaan x-ray dada berulang untuk melihat perkembangan dari penyakit.

3.        Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

4.        Pemeriksaan Khusus
            Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.


8.      PENATALAKSANAAN MEDIS

   Menurut  Meldawati (2009), Penatalaksaan untuk pneumonia tergantung pada penyebab sesuai dengan yang ditemukan oleh pemeriksaan sputum  Pengobatan dan mencakup, antara lain:
1.        Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis pneumonia lain juga dapat diobati dengan antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder
2.        Istrahat
3.        Hidrasi untuk membantu melancarkan sekresi
4.        Tekhnik-tekhnik bernafas dalam untuk menningktakan ventilasi alveolus dan mengurang resiko atelektasis.
5.        Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi dari biakan sputum.







ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA
Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala  :Kelemahan, kelelahan dan insomnia
Tanda :letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b.  Sirkulasi
Gejala  : Riwayat adanya/ GJK kronik
Tanda  : Takikardia penampilan kemerahan atau cepat
c.  Integritas ego
Gejala  :Banyaknya stressor, masalah finansial
d.  Makanan/cairan
Gejala  : Kehilangan nafsu makan mual/muntah dan adanya riwayat DM
Tanda  : Distensi Abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk dan penampilan kakeksia (malnutrisi)
e.  Neurosor
Gejala :Sakit kepala daerah frontal (Influenza)
Tanda  :perubahan mental (bingung, samnolen)
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala  :Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh
batuk, nyeri dada substernal (Influenza), mialgia dan artalgia
Tanda  :Melindungi area yang sakit (penderita biasanya tidur pada sisi yang sakit untuk mengatasi pergerakan )

g.  Pernafasan
Gejala  : Riwayat adanya / ISK Kronis, PPOM, merokok sigaret. Takipnea, dispnea, progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda  :Sputum; merah muda, berkarat, purulen.
Perkusi                : pekak diatas area yang konsolidasi
Pramitus             :  Taktil dan vocal terhadap meningkat konsilidasi gesekan triksi pleura
Bunyi nafas        : Menurun atau tidak ada diatas area terlibat, nafas bronchial
Warna                 : Pucat/sianosis bibir/kuku
h.  Keamanan
Gejala Riwayat gangguan system imun, misal SLE, AIDS, penggunaan steroid atau khemoterapi, Insitusinalisai, ketikmampuan umum demam
Tanda  Berkeringat menggigil berulang, gemetar
Kemerahan mungkin pada kasus rubeola, Varisela
i.   Penyuluhan/pembelajaran
Gejala  riwayat mengalami pembedahan penggunaan  alcohol kronis  Pertimbangan DRG menunjukan rerata lama dirawat : 6,8 hari
Rencana pemulangan bantuan dengan perawatan diri.
Oksigen mungkin diperlukan,bila ada kondisi pencetus.

Diagnosa Keperawatan Intervensi

Menurut  Mutaqqin Arif (2008), berikut Diagnosa Keperawatan beserta Intervensi :
a.         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema ystem, edema trakeal/ faringeal.
DS :     -Klien mengatakan mengeluh sesak nafas
DO:     -Takipneu/pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung
- Bunyi nafas bronchial, ronkhi
- Pernafasan menggunakan otot aksesori
- Dispneu, sianosis
Tujuan:   dalam waktu 2x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Evaluasi:
-  Klien mampu melakukan batuk efektif
-   Pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa da penggunaan otot bantu nafas.
-   Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan normal
Intervensi :
MONITOR
 Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu nafas).
-   Kaji kemampuan klien mengleuarkan sekresi. Lalu catat karekter dan volume sputum
TINDAKAN MANDIRI
-  Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan batuk yang efektif
-  Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak di indikasi
-   Bersihkan secret dari mulut dan trakea bila perlu, lakukan penghisapan  (suction)
KOLABORASI
-  Kolaborasi pemberian sesuai indikasi obat antibiotic
-   Pasang Bronkodilator, jenis aminophilin, via intravena
b.        Resiko tinggi gangguan pertukarangas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveola-kapiler, edema bronchial.
DS:      -Klien mengatakan Sesak nafas
DO:     - Dispneu, sianosis
-Takikardia
- Gelisah
Tujuan;
Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi;
-   Dilaporkan tidak adanya/penurunan dispnea
-  Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernafasan
-  Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi :
MONITOR
Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, ekspansi thoraks dan kelemahan
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada kulit-termasuk memdran mukosa dan kuku
TINDAKAN MANDIRI
Ajarkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkhim paru
- Tingkatkan tirah baring, batas aktifitas dan kebutuha perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan klien

KOLABORASI
Kolaborasi Pemeriksaan AGD
Berikan oksigen sesuai kebutuhan

c.     Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bekteremia/piremia, penigkatan laju metbolisme umum.
DS :     -Mengeluh demam
DO:     -Suhu tubuh meningkat
Batasan karakteristik: foto roncten thoraks menunjukan danya pleuritis, suhu diatas 30OC, diaphoresis intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3, dan kultur sputum positif.
Kriteri evaluasi:
Suhu tubuh normal (36-37OC)
Intervensi :
MONITOR
-  Kaji saat timbulnya demam
Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering
TINDAKAN MANDIRI
- Berikan kebutuhan cairan ekstra
Berikan kompres dingin
Kenakan pakaian minimal
Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaphoresis, member minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatife ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir
KOLABORASI
Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik
Berikan antibiotic sesuai dengan ajuran dan evaluasi kefektifannya. Tinjau kembali semua obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat . jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.

d.   Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisk peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.
DS :     - Klien mengatakan susah melakukan aktifitas seperti biasanya klien mengeluh sesak pada saat bernafas
DO :    -Terdapat bunyi ronchi
-Klien tampak memegangi daerah dada
- Klien tampak menindih area yang sakit untuk mengurangi rasa sakit
Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan ktifitas minimal , diaphoresis, takikardia pada aktifitas minimal
Criteria evaluasi
- Klien mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
- Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami nafas tersengal-sengal, sesak nafas dan kelelahan
Intervensi :
MONITOR
-  Monitor frekuansi nadi dan nafas sebelum dan sesudah aktivitas
-  Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan nafas meningkat secara cepat daan klien mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingakatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi
TINDAKAN MANDIRI
- Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai denga kebutuhannya. Beri klien waktu istirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas
- Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegaha terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama
KOLABORASI
-  Konsultasikan dengan dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan merabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
DS:      - Nafsu makan menurun
-Berat badan menurun,
-lemah
DO:     -Tonus otot menurun
Batasan krakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40 % dari yang seharusnya, penurunan BB dan mengeluh lemah
Criteria evaluasi :
-  Klien mendemonstrasikan intake mekanan untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjtu, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi :
MONITOR
- Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
TINDAKAN MANDIRI
-Memberikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan
PEN KES
Dukung klien untuk mengkonsumsi makanan tiggi kalori, tinggi protein.
KOLABORASI
-Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak nafas berat.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama skit panas

f.     Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaphoresis, dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia
DS :     -Klien mengatakan sering haus
DO :    -Tekanan darah 90/70 mmHg
-Nadi : 50 x permenit
Batasan karakteristik : menyatakan haus, hipernatremia, membrane mukosa kering, urine kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekurnsi nadi lemah, dan tekanan darah menurun
Criteria evaluasi :
-  Klien mampu mendemontrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
- Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 – 1,025, natrium serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik,tidak ada penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.

MONITOR
-  Pantau Intake dan output cairan setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisis urin dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.
-  Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.
TINDAKAN MANDIRI
-Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu berikan pola tindakan-tindakan pencegahan.
- Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dukung klien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.
KOLABORASI
-Laporkan pada dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.













DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar