keperawatan

Minggu, 23 Maret 2014

askep solusio plasenta




ASUHAN KEPERAWATAN SOLUSIO PLASENTA
I. SOLUSIO PLASENTA
A. Definisi solusio plasenta
Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001).
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. (Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro. Ilmu Kebidanan Jakarta. PT Gramedia. 1992 ).
Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003)
Solutio Plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak. (Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjadjaran Bandung, 1984)
Jadi solution plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan 22 minggu sampai 28 minggu / berat janin di atas 500 gr.
B. Etiologi
Sebab primer Solutio Plasenta belum jelas, tapi diduga bahwa hal-hal tersebut dapat disebabkan karena:
  1. Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, eklamsia)
  2. Multiparitas, umur ibu yang tua
  3. Tali pusat pendek
  4. Uterus yang tiba-tiba mengecil (hidramnion, gemelli anak ke-2)
  5. Tekanan pads vena cava inferior
  6. Defisiensi gizi, defisiensi asam folat
  7. Trauma
Disamping itu ada pengaruh:
  1. Umur lanjut
  2. Multi Paritas
  3. Defisiensi ac. Folicum
  4. Defisiensi gizi
  5. Merokok
  6. Konsumsi alkohol
  7. Penyalahgunaan kokain
C. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.
Pathway:
Trauma
Perdarahan ke dalam desidualbasalis
Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium
Terbentuk hematoma desidual
Penghancuran plasenta
Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua
Hematoma retroplasenta
Pelepasan plasenta lebih banyak
Uterus tidak mampu berkontraksi optimal
Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban
Syok hipovolemik
D. Klasifikasi solutio plasenta
1 Menurut derajat lepasnya plasenta
a. Solusio plasenta partsialis : Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.
b. Solusio plasenta totalis : Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
c. Prolapsus plasenta : Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
2 Menurut derajat solusio plasenta dibagi menjadi :
a. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba tegang.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock.
E. Manifestasi Klinis
1 Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin.
2 Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
3 Pemeriksaan obstetri
Nyeritekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
F. Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
2 Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
3 USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.
G. Komplikasi
1 Langsung (immediate)
a. Perdarahan
b. Infeksi
c. emboli dan syok abtetric.
2 . Tidak langsung (delayed)
a. couvelair uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post partum.
b. hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum.
c. nikrosis korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremia
d. kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis.
3 Tergantung luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koalugopati konsumtif (kadar fibrinogen kurang dari 150 mg % dan produk degradasi fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kelemahan janin dan apopleksia utero plasenta (uterus couvelar). Bila janin dapat diselamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, berat badan lahir rendah da sindrom gagal nafas.
H. Penatalaksanaan
1 Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .
2 Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri , tidak melakukan senggama , menghindari eningkatan tekanan rongga perut .
3 Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan . berikan cairan peroral .
4 Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi / syk akibat perdarahan . pantau pula BJJ & pergerakan janin .
5 Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal . bila teratsi perhatikan keadaan janin .
6 Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama . bila renjatan tidak dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal .
7 Setelah syk teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari 6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea .
8 Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit yaitu :
a) Solusi plasenta ringan .
· Ekspektatif , bila ada perbaikan ( perdarahan berhenti , kontraksi uterus tidak ada , janin hidup ) dengan tirah baring atasi anemia , USG & KTG serial , lalu tunggu persalinan spontan .
· Aktif , bila ada perburukan ( perdarahan berlangsung terus , uterus berkontraksi , dapat mengancam ibu / janin ) usahakan partus pervaginam dengan amnintomi / infus oksitosin bila memungkinan . jika terus perdarahan skor pelvik kurang dari 5 / ersalinan masih lama , lakukan seksi sesarea .
b) Slusio plasenta sedang / berat .
· Resusitasi cairan .
· Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah .
· Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam 6 jam perabdominam bila tidak dapat renjatan , usia gestasi 37 minggu / lebih / taksiran berat janin 2.500 gr / lebih , pikirkan partus perabdominam bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama .
I. Prognosis
1 Terhadap ibu
Mortalitas ibu 5 – 10 % hal ini karena adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus.
2 Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi mencapai 70 – 80 % hal ini tergantung derajat pelepasan dari plasenta.
3 Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka kehamilan berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih hebat.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara lain
· Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
· Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan mengalami kehamilan.
· Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen) pada masa menopause.
· Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan kehamilan.
· Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan untuk kehamilan.
· Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami pelepasan plasenta.
· Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
· Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.
· Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan memberi persetujuan dalam perawatan.
· Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama istrinya dirawat.
b. Keluhan utama
· Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
· Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
· Perdarahan yang berulang-ulang.
c.Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
d. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
e. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
· Kesadaran : composmetis s/d coma
· Postur tubuh : biasanya gemuk
· Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
· Raut wajah : biasanya pucat
2. Tanda-tanda vital
· Tensi : normal sampai turun (syok) (<>
· Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
· Suhu : normal / meningkat (> 37o c)
· RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
g. Pemeriksaan cepalo caudal
1. Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak rontok.
· Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
· Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
· Mata : conjunctiva anemis
2. Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal, hiperpegmentasi aerola.
3. Abdomen
· Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
· Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
· Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
4. Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.
5. ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
6. pemeriksaan penunjang
· Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
· USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin.
B. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .
b) Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang .
c) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
d) Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami .
e) Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan .
f) Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi .
C. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
- Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
- Kriteria hasil
Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tida lemas.
- Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5. Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
6. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba perdarahan.
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat perdarahan.
b. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi darah ke placenta berkurang.
- Tujuan : tidak terjadi fetal distress
- Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya pergerakan bayi, bayi lahir selamat.
- Intervensi
1. Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
2. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung menurun sehingga terjadi perfusi jaringan.
3. Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad sindroma vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
4. Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen dalam janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.
5. Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.
- Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
- Kriteria hasil :
* Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
* Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
- Intervensi
1. Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif terhadap tindakan
2. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
3. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
- Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan pelan-pelan melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang dirasakan.
- Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
- Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental.
4. Libatkan suami dan keluarga
Rasional : memberi dukungan mental
d. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami
- Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
- Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.
- Intervensi
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban pikiran.
2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
3. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
4. Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
5. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
6. Anjurkan klien untuk berdo’a kepada tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang kondisi yang dilami.
7. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.
e. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan
- Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
- Kriteria hasil :
* Perdarahan berkurang
* Tanda-tanda vital normal
* Kesadaran kompos metit
- Intervensi
1. Kaji perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
2. monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
3. Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin, kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok sedini mungkin
4. Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
5. Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan penurunan fungsi ginjal.
6. Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
7. Pemeriksaan laboratorium hematkrit dan hemoglobin
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya
f. Kurangnya pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi
- Tujuan : penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.
- Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.
- Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya
Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
2. Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan dilakukan.
· Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
· Penyebab
· Tanda dan gejala
· Akibat perdarahan terhadap ibu dan janin
· Tindakan yang mungkin dilakukan
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya serta pederita menjadi kooperatif.
F. Evaluasi
1. Proses : evaluasi setelah kita melakukan tindakan
2. Hasil :
S (Subjektif) : evaluasi yang didapat dari perkataan pasien
O (Objektif) : evaluasi yang didapat dari penglihatan secara langsung oleh perawat
A (Assesement) :
P (Planning) : perencanaan lebih lanjut
Reaksi: 
Askep Mola Hidatidosa
Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Manifestasi Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
1) Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2) Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a). Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterine
b). Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c). Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna.
Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostika.
1) Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
2) Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
3) Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janine.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udaraf.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Ø Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
Ø Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Ø Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Ø Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Ø Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
Ø Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Ø Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Ø Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Ø Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Ø Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Ø Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
ü Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
ü Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
ü Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
ü Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
ü Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium :
ü Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
ü Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain :
ü Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data psikososial.
ü Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
ü Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
ü Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan Tujuan :
1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1. Menetapkan prioritas masalah
2. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
ü Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
ü Ekspresi wajah tenang
ü TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4) Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
ü Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
ü Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
ü Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
ü Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1) Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4) Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5) Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
ü Tanda-tanda vital dalam batas normal
ü Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4) Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
ü Ekspresi wajah tenang
ü Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
5) Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
ü Nafsu makan meningkat
ü Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi klien
Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
3) Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
ü Tidak tampak tanda-tanda infeksi
ü Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2) Observasi vital sign
Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
Kriteria Hasil :
ü Hb dalam batas normal (12-14 g%)
ü Turgor kulit baik
ü Vital sign dalam batas normal
ü Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
3) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4) Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5) Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar