keperawatan

Minggu, 23 Maret 2014

askep tuberculosis pada ibu hamil





Askep TBC pada ibu hamil

A. DEFINISI
·         Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
·         Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam (BTA). Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun kuman ini paling sering menyerang organ paru (www.kompas.com).
·         Menurut Smeltzer (2001) Tuberkulasis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
·         Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2001, hal 584).
·         Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis (Lewis, 2000, hal 623).

B.  ETIOLOGI
·      IBU
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.


·         JANIN
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman TBC setelah lahir.

C.  MANIFESTASI
·      IBU
a.       Demam ringan, berkeringat waktu malam.
b.      Sakit kepala
c.       Takikardi
d.      Anoreksia
e.       Penurunan berat badan
f.       Malaise
g.      Keletihan
h.      Nyeri otot
i.        Batuk: pada awal non produktif
j.        Sputum bercampur darah
k.      Sputum mukopurulen
l.        Krekels/rales di atas apeks paru
m.    Nyeri dada

·      BAYI
abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.




D. ORGAN
Organ yang biasa terifeksi
·         Paru-paru (paling banyak)
·         otak
·         tulang
·         liver
·         ginjal


E.     PATOFISIOLOGI
1.Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh Danusantoso,2000:102).
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional) yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
a.       Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b.      Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).
c.       Berkomplikasi dan menyebar secara :
1)      Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2)      Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3)      Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4)      Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)



2.Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). Hal ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
a.       Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
b.      Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan fibrosis
c.       Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju
d.      Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)

F.      Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB
Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
             Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.

G.    PENCEGAHAN PENULARAN TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
-        Menutup mulut bila batuk.
-        Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
-        Makan makanan bergizi.
-        Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
-        Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
-        Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998).
-        Bagi para ibu yang sudah terkena TBC dan akan Memiliki buah hati, lebih baiknya mengobati terlebih dahulu TB nya sehingga mengurangi adanya faktor resiko untuk janin. Namun jika sudah terlanjur, harus lebih tanggap dan rajin kontrol ke pihak medis. Serta teratur minum obatyang sesuai resep dokter.

Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas (sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest imitator”(Bahar, 1996:719)
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis (www.kompas.com).
I.       PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.      Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami peningkatan, tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi (Bahar,1996:719).
2.      Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus, bilasan lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).
3.      Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1)      Indurasi 0-5 mm (diameternya)          : mantoux negative
2)      Indurasi 6-9 mm                                 : hasil meragukan
3)      Indurasi 10-15 mm                 : hasil mantoux positive
4)      Indurasi lebih dari 16 mm       : hasil mantoux positif kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu (Bahar,1996:721).
J.      TERAPI YANG AMAN DIBERIKAN
·         Rifampisin      (Kanamycin)
·         INH               
·         Etambutol       (cycloserine)
·         vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari

Keefektifannnya tergantung dari:
         Tipe infeksinya
         Kecukupan dosis
         Jangka lama pengobatannya (Terapi jangka panjang, mungkin bisa 24 bulan)
         Ketepatan memilih kombinasi obat


·          
K.    PATHWAY




 
L.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
·         Bersihan jalan nafas tak efektif 
·         Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas
·         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
·       Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan TBC

M.   PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif  B.d
-  adanya secret
-  Kelemahan , upaya batuk buruk
-  Edema tracheal
·      Kriteria Evaluasi  : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi   jaringan
                                         Adekuat
·      Intervensi :
1.      Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris (TTV)
2.      Pantau Adanya Sianosis
3.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif
4.      Beri posisi semi/fowler
5.      Beri Air Hangat
6.      Ajarkan Batuk Efektif
7.      Kolaboras pemberian oksigen
8.      Kolaborasi pemberian obat – obatan sesuai dengan indikasi

2. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d
-  Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis
-  Kerusakan membran alveolar – kapiler
-  Sekret kental , tebal
-  Edema bronchial
·         Kriteria Evaluasi  : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan

·         Intervensi :
1.    Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan   upaya pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan
2.     Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit
3.   Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
4.   Ajarkan teknik distraksi relaksasi
5.   Kolaborasi oksigen
6.   Posisikan pasien semifouler
7.   Kolaborasi pemberian obat-obatan
8.   Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat Leokosit,trombit ibu.
9.   Lakukan pemeriksaan USG memantau janin ibu
       10. Lakukan pemeriksaan rongsen dada

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d
-       Kelemahan
-       Sering batuk / produksi sputum
-       Anorexia
-       Ketidakcukupan sumber keuangan
·         Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku / pola
                                  hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat 
·         Intervensi :
1.      Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas     mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare
2.      Kaji input output
3.      Diet TKTP
4.      Pasang infus untuk memenuhi kebutuhan cairan ditubuh
5.      Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik
6.      Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan obat Dorong dan berikan periode stirahat sering.
7.      Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan..
8.      Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
9.      Beri Makanan Yang Tidak Menimbulkan Mual
10.  Beri Makanan Yang Disukai Tanpa Mengganggu Kesehatan Pasien
11.  Beri Makanan Sedikit Tetapi Sering
12.  Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam sebelum dan sesudah makan.
13.  Beri vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari
14.  Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat HB ibu.
15.  Kolaborasi antipiretik

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan TBC
              Berhubungan dengan :
-            Keterbatasan kognitif
-            Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

·      Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan serta
                              melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan
·      Intervensi :
1.      Kaji kemampuan psen untuk belajar
2.      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
3.      Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
4.      Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
5.      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
6.      Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7.      minum INH
8.      Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah  memula dan kemudian tiap bulan selama minum etambutol
9.      Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab pertanyaan dengan benar.
10.  Menganjurkan pasien selalu mengontrol ke pihak medis untuk mengecek baik kesehatan ibu maupun janin
11.  Beri penkes kepada keluarga untuk menjadi PMO (Pendamping Minum Obat)
12.  Beri informasi tentang perawatan TB dirumah
13.  Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi


PENUTUP
              Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
              Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya



DAFTAR PUSTAKA


Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester. Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit. Jakarta : EGC.
Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2. (23 Juli 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar