SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasan
: Keprawatan Medikal Bedah
Sub Pokok Bahasan : Tentang Penyakit Apendiksitis
Sub Pokok Bahasan : Tentang Penyakit Apendiksitis
Hari/Tanggal : Selasa/15 2014
Sasaran : Keluarga pasien dan Pasien
Penyuluh : Mahasiwa/i Profesi Ners STIKES Piala Saki Pariaman
Tempat : Ruang Interne Pria RSAM Bukittinggi
Sasaran : Keluarga pasien dan Pasien
Penyuluh : Mahasiwa/i Profesi Ners STIKES Piala Saki Pariaman
Tempat : Ruang Interne Pria RSAM Bukittinggi
- Tujuan
- Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan pendidikan
kesehatan diharapkan klien dan/atau keluarga dapat memahami mengenai tentang
penyakit dan penanganan apendiksitis.
- Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan diharapkan klien
dan/atau keluarga:
1) Menjelaskan kembali pengertian Apendiksitis dengan kalimatnya
sendiri
2) Menyebutkan kembali faktor penyebab Apendiksitis
3) Menyebutkan kembali tanda dan gejala Apendiksitis
4) Menyebutkan factor resiko Apendiksitis
5) Menyebutkan cara penanggulangan Apendiksitis
- Materi : (Terlampir)
- Metoda : Ceramah dan tanya jawab
- Media : Leaflet dan LCD Projector
- Pengorganisasian
- Moderator
Tugas :
Ø Membuka dan menutup acara
penyuluhan
Ø Memperkenalkan anggota kelompok
Ø Membuat kontrak waktu, bahasa dan topik
selama pelaksanaan kegiatan penyuluhan
Ø Menjelaskan tujuan pelaksanaan
kegiatan
Ø Memimpin sesion tanya jawab
Ø Menyimpulkan hasil penyuluhan
- Penyaji
Tugas :
Ø Menyajikan atau menyampaikan
materi penyuluhan
Ø Menggali pengetahuan peserta
tentang materi penyuluhan
Ø Menjawab pertanyaan peserta
Ø Mengevaluasi hasil penyuluhan
- Fasilitator
Tugas :
Ø Menyediakan sarana berupa
fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan yang akan dilaksanakan
Ø Memotivasi peserta untuk bertanya
- Observer
Tugas :
Ø Mengamati proses
penyuluhan
Ø Dokumentasi
Nama-nama Kelompok :
1.
Erizal Tanjung S.Kep
2.
Basuki Rahmad S.Kep
3.
Haznel Hijratul Fajar S.Kep
4.
Ibnul Wiza Affwan S.Kep
5.
Idil Rido Mustaqim S.Kep
6.
Septian Alfi Saputra S.Kep
7.
Dewi satria S.Kep
8.
Febrina Astuti S.Kep
9.
Nurul Gustiana S.Kep
10. Yeti Yusnita
S.Kep
11. Yuhana Sari
S.Kep
- Setting Tempat
Keterangan :
:
Observer
: Fasilitator
:
Pasien
:
Penyaji
:
Pembimbing
:
Moderator
- Strategi Pelaksanaan Penyuluhan
NO
|
KEGIATAN
|
PENYULUH
|
KLIEN
|
1.
2 3. |
Pembukaan
Kegiatan Inti Penutup |
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 1. Menjelaskan materi tentang asuhan keperawatan, penanganan dan diet gagal jantung 2. Memberikan kesempatan untuk bertanya 3. Menjawab pertanyaan yang diajukan 1. Mengulang kembali materi yang disampaikan dengan mengajukan pertanyaan 2. Mengucapkan salam |
Menjawab salam
Menerima dengan baik Menyimak dengan baik Menyimak dengan baik Mengajukan beberapa pertanyaan Menyimak dengan baik Mampu menjawab pertanyaan yang diajukan Menjawab salam |
H.
Evaluasi :
Lisan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan
1.
Jelaskan pengertian Apendiksitis?
2.
Sebutkan faktor penyebab Apendiksitis?
3.
Sebutkan tanda dan gejala Apendiksitis?
4.
Sebutkan faktor resiko Apendiksitis?
5.
Sebutkan cara penanggulangan Apendiksitis?
6.
Sebutkan diet Apendiksitis?
BAB I
LATAR BELAKANG
- Latar Belakang
Gangguan
BAB II
TINJAUAN TEORISTIS
A.
DEFINISI
Appendiks adalah
ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum, karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap
infeksi.(Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis
adalah peradangan dari apendiks vermivormis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis
adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi
jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama Apendisitis.Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti
atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
- Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
- Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
- Adanya faekolit dalam lumen appendiks
- Adanya benda asing seperti biji-bijian
- Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
- Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
- Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa), ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
- Tergantung pada bentuk apendiks:
- Appendik yang terlalu panjang
- Massa appendiks yang pendek
- Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
- Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
C. KLASIFIKASI
- Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada
jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a.
Hiperplasi limfonodi sub mukosa
dinding apendiks.
b.
Fekalit
c.
Benda asing
d.
Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/cairan
mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa
juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan
infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang
menghasilkan pus/nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar
secara hematogen ke apendiks.
- Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah
disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen, ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
- Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat
ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan
keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel
inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
- Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika
ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan
jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
- Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari
apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks,
yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan
oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan
berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di
regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
- Tumor Apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa
ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena
bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan
hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
- Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks.
Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi
serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan,
karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga
diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan
karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi
ileosekal atau hemikolektomi kanan
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.
ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang
berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada
sekum.Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke
delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab
rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks
terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk
mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak
appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan
usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat
pada gambar dibawah ini.
2.
FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml
per hari.Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi
yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga
timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena
omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway
F. MANIFESTASI KLINIK
1)
Nyeri kuadran bawah terasa dan
biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2)
Nyeri tekan local pada titik
McBurney bila dilakukan tekanan.
3)
Nyeri tekan lepas dijumpai.
4)
Terdapat konstipasi atau diare.
5)
Nyeri lumbal, bila appendiks
melingkar di belakang sekum.
6)
Nyeri defekasi, bila appendiks
berada dekat rektal.
7)
Nyeri kemih, jika ujung
appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8)
Pemeriksaan rektal positif jika
ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9)
Tanda Rovsing dengan melakukan
palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran
kanan.
10)
Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi
menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat
keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita
dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah
sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. 43 Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1)
Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang
berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa
ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
2)
Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang
berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi
dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear
(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
3)
Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum,
merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum.Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan
C-reactive protein (CRP).Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
- Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi
(USG) dan Computed Tomography Scanning (CT-scan).Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
- Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
- Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
- Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
- Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
- Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
- Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama
diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
- Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan
Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage
(mengeluarkan nanah).
- Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi
intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
- Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
Ø Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Ø Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
Ø Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
Ø Kebiasaan eliminasi.
- Pemeriksaan Fisik
·
Pemeriksaan fisik keadaan umum
klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
·
Sirkulasi : Takikardia.
·
Respirasi : Takipnoe,
pernapasan dangkal.
·
Aktivitas/istirahat : Malaise.
·
Eliminasi : Konstipasi pada
awitan awal, diare kadang-kadang.
·
Distensi abdomen, nyeri
tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
·
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.
·
Demam lebih dari 38oC.
·
Data psikologis klien nampak
gelisah.
·
Ada perubahan denyut nadi dan
pernapasan.
·
Pada pemeriksaan rektal toucher
akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
·
Berat badan sebagai indicator
untuk menentukan pemberian obat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Q Pre operasi
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
2.
Perubahan pola eliminasi
(konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual muntah.
4.
Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Q Post operasi
1.
Nyeri berhubungan dengan agen
injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2.
Resiko infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3.
Defisit self care berhubungan
dengan nyeri.
4.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
PRE OPERASI
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
(distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri klien berkurang
dengan kriteria hasil:
Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Tanda vital dalam rentang normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
Klien tampak rileks mampu tidur/istirahat
|
1. Kaji tingkat
nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
2. Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri
3. Ajarkan tehnik
untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
4. Berikan
aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota keluarga)
5. Observasi
tanda-tanda vital
6. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian analgetik
|
Untuk mengetahui sejauh
mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan
tindakan selanjutnya
informasi yang tepat
dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien
tentang nyeri.
napas dalam dapat
menghirup O2 secara adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
meningkatkan relaksasi
dan dapat meningkatkan kemampuan kooping.
deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan pasien.
sebagai profilaksis untuk
dapat menghilangkan rasa nyeri.
|
2.
|
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan
dengan penurunan peritaltik.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan konstipasi klien
teratasi dengan kriteria hasil:
BAB 1-2 kali/hari
Feses lunak
Bising usus 5-30 kali/menit
|
1. Pastikan
kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya.
2. Auskultasi
bising usus
3. Tinjau ulang
pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan.
4. Berikan makanan
tinggi serat.
5. Berikan obat
sesuai indikasi, contoh : pelunak feses
|
membantu dalam
pembentukan jadwal irigasi efektif
kembalinya fungsi
gastriintestinal mungkin terlambat oleh inflamasi intra peritonial
masukan adekuat dan
serat, makanan kasar memberikan bentuk dan cairan adalah faktor penting dalam
menentukan konsistensi feses.
makanan yang tinggi
serat dapat memperlancar pencernaan sehingga tidak terjadi konstipasi.
obat pelunak feses dapat
melunakkan feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
|
3.
|
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
muntah.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dapat
dipertahankan dengan kriteria hasil:
kelembaban membrane mukosa
turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1
cc/kg BB/jam
Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
|
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Kaji membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian
kapiler.
3. Awasi masukan
dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
4. Auskultasi
bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
5. Berikan
perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
6. Pertahankan
penghisapan gaster/usus.
7. Kolaborasi pemberian cairan IV dan elektrolit
|
Tanda yang membantu
mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler.
Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi
seluler.
Penurunan haluaran urin
pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan
cairan.
Indicator kembalinya
peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
Dehidrasi mengakibatkan
bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
Selang NG biasanya
dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera
pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi
terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dapat
terjadi ketidakseimbangan elektrolit
|
4.
|
Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan
operasi.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan kecemasab klien
berkurang dengan kriteria hasil:
Melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat teratasi
Tampak rileks
|
1. Evaluasi tingkat
ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
2. Jelaskan dan
persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
3. Jadwalkan
istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
4. Anjurkan keluarga untuk menemani
disamping klien
|
ketakutan dapat terjadi
karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
dapat meringankan
ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
membatasi kelemahan,
menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
Mengurangi kecemasan klien
|
POST OPERASI
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1.
|
Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka
insisi post operasi appenditomi).
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
Melaporkan nyeri berkurang
Klien tampak rileks
Dapat tidur dengan tepat
Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
|
1. Kaji skala nyeri
lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Pertahankan
istirahat dengan posisi semi powler.
4. Dorong ambulasi
dini.
5. Berikan
aktivitas hiburan.
6. Kolborasi tim
dokter dalam pemberian analgetika.
|
Berguna dalam pengawasan
dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan pasien.
Menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
Meningkatkan kormolisasi
fungsi organ.
meningkatkan relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
|
2.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
(insisi post pembedahan).
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi dapat diatasi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)
|
1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
pada area insisi
2. Monitor tanda-tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat,
perubahan mental
3. Lakukan teknik
isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
4. Pertahankan
teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan dengan
betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
|
Dugaan adanya infeksi
Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis
mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme
infektif / kontaminasi silang.
menurunkan resiko terpajan.
terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil
aerob gra negatif.
|
3.
|
Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebersihan klien dapt
dipertahankan dengan kriteria hasil:
klien bebas dari bau badan
klien tampak bersih
ADLs klien dapat mandiri atau dengan bantuan
|
1. Mandikan pasien
setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan
potong kuku klien.
2. Ganti pakaian
yang kotor dengan yang bersih.
3. Berikan Hynege Edukasi pada klien dan
keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
4. Berikan pujian
pada klien tentang kebersihannya.
5. Bimbing keluarga
klien memandikan / menyeka pasien
6. Bersihkan dan
atur posisi serta tempat tidur klien.
|
Agar badan menjadi
segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
Untuk melindungi klien
dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
Agar klien dan keluarga
dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
Agar klien merasa
tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
Agar keterampilan dapat
diterapkan
Klien merasa nyaman
dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
|
4.
|
Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan bertambah
dengan kriteria hasil:
menyatakan pemahaman
proses penyakit, pengobatan dan
berpartisipasi dalam program pengobatan
|
1. Kaji ulang
pembatasan aktivitas pascaoperasi
2. Anjuran
menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
3. Diskusikan
perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan mandi, dan kembali
ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
4. Identifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri edema/eritema
luka, adanya drainase, demam
|
Memberikan informasi pada
pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
Membantu kembali ke
fungsi usus semula mencegah ngejan saat defekasi
Pemahaman meningkatkan
kerja sama dengan terapi, meningkatkan penyembuhan
Upaya intervensi menurunkan
resiko komplikasi lambatnya penyembuhan peritonitis.
|
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku
Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma. 2010. Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.
blogspot.com/ 2010/08/askep - appendicitis. html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing
Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project,
Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA :
Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul. 2009. Askep Appendicitis. Diakses http://nuzulul. fkp09.web.unair.ac .id/artikel_detail-35840-Kep%20
Pencernaan Askep%20 Apendisitis. html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar