Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena hanya atas kehendak-Nyalah penyusunan makalah
asuhan keperawatan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik apabila tidak
didukung oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada : Ibu Ns. Lidya Trisnawati S.Kep Selaku pembimbing
akadenik
mata kuliah keperawatan Medical Bedah I dan Ibu
Ns. Yulsa Febriyeni S,Kep
selaku dosen pembimbimg klinik dan seminar mata ajaran keperawatan medikal bedah I yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran mengarahkan dan membimbing kelompok dalam
menyusun makalah ini. Terima kasih yang tak terhingga juga kelompok sampaikan
kepada perawat yang bertugas di RSAM Bukittinggi, khususnya ruangan paru yang
telah memberi bimbingan selama mengikuti praktek profesi keperawatan KMB I.
Kelompok berusaha untuk
meyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun selaku hamba Allah,
kelompok sadar bahwa terdapat keterbatasan yang dimiliki, sehingga menjadikan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kelompok mengarapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihakuntuk meyempurnakanya.
Bukittinggi,
Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR :
…………………………………...…….. i
DAFTAR ISI :
…………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang :
………………………………………….01
B.
Tujuan Penulisan : ………………………………………….02
BAB II TINJAUAN KEPERAWATAN
A.
Pengertian : ………………………………………….03
B.
Etiologi : ………………………............………….03
C.
Patofisiologi :
………………………………………….05
D.
Pengkajian :
………………………………………….07
E.
Diagnosa Keperawatan : ...........………………………………….10
F.
Rencana Keperawatan : ………...........………………………….11
BAB III TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian :
………………………………………….15
B.
Analisa Data : ………………………………………….2
C.
Daftar Masalah :
………………………………….26
D.
Rencana Keperawatan : …………………........………….27
E.
Catatan Perkembangan :..………………………………….31
F.
Evaluasi :
………….……………………….33
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian : ………………………………………….35
B.
Diagnosa : ………………………………………….35
C.
Perencanaan : ………………………………………….36
D.
Pelaksanaan : ………………………………………….36
E.
Evaluasi : ………………………………………….36
BAB
V PENUTUB
A.
Kesimpulan : ………………………………………….37
B.
Saran : ………………………………………….37
DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULAUN
A.
LATAR BELAKANG
Pneumotorak adalah keadaan terdapat
udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara spontan
maupun traumatic. Pneumotoraks
spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, pneumotorak traumatic dibagi
menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik.(Barmawy. H)
Insidens pneumotoraks sedikit
diketahui, karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita
dengan perbandingan 5:1. Pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada
individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada
pria dengan usia antara 2 dan 4. Salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP
berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis
aktif mengalami komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru
komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)
Di Olmsted country, Minnesota, Amerika, melakukan penelitian selama
25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks, didapatkan 75
pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic dan sisanya 141 pasien
karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64
pasien PSS. Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident sebagai
berikut: PSP terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per
100.000 tahun untuk wanita. (Barmawy.H)
Sesuai perkembangan dibidang
pulmunologi telah sering dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi
disertai video (video-assisted thoracostomi), ternyata memberikan banyak
keuntungan pada pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap
di rumah sakit
yang lebih singkat.
Pneumotoraks didefinisikan sebagai
adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.Tekanan di rongga pleura pada orang
sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang
(inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan
pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal atau
pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, sehingga paru akan kolaps. Paling
sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat
trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai
modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan
tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik
maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan
kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura,
TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi
pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya
pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam
rongga pleura, yaitu :
1) Perforasi pleura viseralis dan
masuknya udara dan dalam paru.
2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus
yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga
udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.
3) Pembentukan gas dalam rongga pleura
oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya
sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai
pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan
kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa
karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada
wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-30 tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul
pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan
empisema. Lebih sering pada
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi daripada kiri.
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi daripada kiri.
Berdasarkan data penyakit penderita
pneumothorak 2 tahun terhakir di ruangan
paru RSAM Bukitinggi, didapatkan pada tahun 2013 sebanyak 38 orang menderita
pnemothorak dan pada tahun 2014 sebanyak 64 orang. Data ini didapatkan sejak
tahun 2013 sampai bulan September tahun 2014. Dari data tersebut, dapat
diartikan bahwa adanya peningkatan kejadian pneumothorak di ruang paru RSAM
Bukitinggi. Padahal, setiap tahun perkembangan ilmu kesehatan dan usaha
preventif selalu dilakukan dengan proaktif di berbagai daerah.
Dilihat dari fenomena diatas, maka penulis
membahasnya lebih lanjut
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumothorak dalam bentuk
laporan seminar pada keprawatan medikal bedah.
B. TUJUAN.
1. Tujuan Umum
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah penulis mempu
mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan pneumotoraks secara komprehensif dan memperoleh pengalaman secara nyata
tentang pneumotoraks.
2. Tujuan Khusus
Setelah
dilakukan askep ini penulis mampu:
a. Memahami konsep dasar pneumothoraks.
b. Melakukan pengkajian klien dengan
pneumotoraks.
c. Mengidentifikasi data klien.
d. Menganalisa data yang diperoleh dari
pengkajian.
e. Merumuskan diagnosa keperawatan.
f. Menentukan prioritas masalah
keperawatan.
g. Menyusun rencana keperawatan.
h. Melaksanakan tindakan keperawatan,
berdasarkan rencana yang telah disusun dalam intervensi keperawatan.
i.
Melaksanakan
evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan berdasarkan criteria
standard.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
1.
Pengertian
Pneumotoraks
adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura visceral dan
parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Pneumotoraks
adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura sering
diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga
pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2003)..
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau
gas dalam rongga pleura (DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006).
2.
Etiologi
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran
dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.Robekan
ini berhubungan dengan bronkhus.Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa
alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus
fibrosis.Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring terjadinya
pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema.
1.
Berdasarkan
Penyebabnya.
1.
Pneumotoraks
Spontan
a. Pneumotoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak berhubungan.Dengan
aktifitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat da sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder
Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang
mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru,
dan sebagainya).
2.
Pneumotoraks
Traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam
rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau kanul.
1) Pneumotorak Traumatic Bukan
Iatrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau
tertutup.
2) Pneumotoraks traumatic bukan
iatrogenic.
Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis, Dibedakan Lagi:
a) Pneumotoraks traumatic iatrogenic
aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi
indakan tersebut, missal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural dan
lain-lain.
b) Pneumotoraks traumatic iatrogenic
artificial (deliberate)
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisis udara ke dalam
rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.
2.
Klasifikasi
1.
Pneumothorak spontan
Pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya
suatu penyebab.
2.
Pneumothorak spontan primer
Suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasari sebelumnya.
3.
Pneumothorak spontan sekunder
Suatu pneumothorak yang terjadi
karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial,
pneumonia, tumor paru).
4.
Pneumothorak traumatik
Pneumothorak yang terjadi akibat
suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru.
5.
Pneumothorak traumatik bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena
jejas kecelakaan.
6.
Pneumothorak traumatik latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari
tindakan medis.
7.
Pneumothorak tertutup
Suatu pneumothorak dengan tekanan
udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura
pada sisi hemitoraksbkontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfer.
8.
Pneumothorak terbuka
Terjadi karena luka terbuka pada
dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melelui luka
tersebut.
9.
Tension pneumothoraks
Terjadi karena mekanisme check
valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk kedalam rongga pleura, tetapi pada
saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
3.
Patofisiologis
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih
negatif daripada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang
mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan
masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan
di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan mengejan,
karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer dari
bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan
pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke
dalam rongga pleura tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya,
bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam
rongga pleura. Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel
tersebut akan membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi
terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga
pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat
dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses
terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1) Alveoli
disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kearah
jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam
alveoli akan meningkat.
2) Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan
obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya
robekan
3) Selanjutnya
udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di
peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan
pneumotoraks.
4.
Tanda
Dan Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada
jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps (mengempis).Gejalanya bisa berupa:
Ø Nyeri
dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk2.
Ø Sesak
nafas
Ø Dada
terasa sempit
Ø Mudah
lelah
Ø Denyut
jantung yang cepat
Ø Warna
kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala
tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan:
Ø Hidung
tampak kemerahan
Ø Cemas,
stres, tegang
Ø Tekanan
darah rendah (hipotensi)
Keluhan Subyektif :
1)
Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada
sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas dalam atau batuk.
2)
Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa
hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali
3)
Mudah lelah pada saat beraktifitas
maupun beristirahat.
4)
waran kulit yang kebiruan disebabkan karna
kurangnya oksigen (cyanosis)
5)
Distres
pernapasan berat, agitasi, sianosis, dan
takipnea berat.
6)
Takikardi dan peningkatan awal TD diikuti
dengan hipotensi sesuai dengan
penurunan curah jantung.
5.
Komplikasi
1.
Pneumothoraks tension: mengakibatkan
kegagalan respirasi akut
2.
Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/
hemo-pneumothoraks: henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
3.
Emfisema subkutan dan pneumomediastinum:
sebagai akibat komplikasi pneumothoraks spontan
4.
Fistel bronkopleural
5.
Empiema
6.
Pneumothoraks simultan bilateral
6.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Foto Rontgen
Gambaran
radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara lain :
a. Bagian
pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis
yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru
yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di
daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung
dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar,
diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada
pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut :
i.
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau
celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini
terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
ii.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila
ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan
bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
iii.
Bila disertai adanya cairan di dalam
rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas
diafragma.
2.
Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat
memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan
meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3.
CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk
membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder.
7.
Penatalaksanaan
Tindakan pneumothoraks tergantung dari luasnya
pneumothoraks.Tujuannya yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip-prinsip
penanganan pneumothoraks menurut British Sosiety dan American Collage of Chest
Physicians adalah:
1) Observasi
dan pemberian tambahan oksigen
2) Aspirasi
sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostostomi dengan atau tanpa
pleurodesis
3) Torakoskopi
dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
4) Torakotomi
1.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan
pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps,
berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat
pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
1. Tindakan
dekompresi
Membuat hubungan antara rongga
pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
a. Menusukkan
jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal
ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah
melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
b. Membuat
hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
Ø Menggunakan
pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus
(kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara trokar
atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter
thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial
belakang.Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah.Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melelui pipa plastik lainnya.Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Ø Pengisapan
kontinu (continous suction).
Pengisapan
dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif. Pengisapan
ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O.
Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan
antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Ø Pencabutan
drain
Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah negatif kembali, drain
dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
c. Tindakan
bedah
Pembukaan
dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang menyebabkan
terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
d. Pada
pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.Pembedahan
paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel
dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
2.
Penatalaksanaan Tambahan
1.
Apabila terdapat proses lain di paru,
pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu:
Ø Terhadap
proses TB paru, diberi OAT
Ø Untuk
mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei obat laksatif
ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan
terlalu keras
2.
Istirahat total
Ø Klien
dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin terlalu keras
dan mengejan.
3.
Pengobatan
§ IVFD RL 20 tpm
§ Rimstar
2 x 2 tab
§ Codein
10 mg tab 0-1-1
§ Hepa
Q 2 x 1 tab
§ Oksigen
2 lpm
§ Ranitidin
2 x 1 amp IV
§ Tramadol
2 x 1 mg drip
§ Ceftriaxone
2 x 1 gr IV
8.
Pengkajian
Keperawatan
1.
Anamnesa.
1.
Identitas klien
2.
Keluhan utama
Sesak napas, nyeri disisi dada yang
sakit
3.
RKS
Keluhan sesak napas sering kali
datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da dirasakan pada sisi
yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan.Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai
rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
4.
RKD
Apakah klien pernah menderita TB
paru dimana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.
5.
RKK
Apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru,
asma, TB paru, dll.
2.
Pemeriksaan Fisik
1.
B1 (Breathing)
Ø Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi
dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga
melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).Pengkajian
batuk yang produktif dengan sputum yang purulen.Trakhea dan jantung terdorong
ke sisi yang sehat.
Ø Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang
sakit.Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau
melebar.
Ø Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit
hipersonor sampai timpani.Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat
apabila tekanan intrapleura tinggi.
Ø Auskultasi
Suara napas menurun sampai
menghilang pada sisi yang sakit.
2.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak
pneumothoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.
3.
B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran
perlu dikaji.Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan GCS, apakah compos mentis,
samnolen atau koma.
4.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine
berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan
tanda awal dari syok.
5.
B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya
mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
6.
B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering
didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan
risiko infeksi.Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan
fisik secara umum.
3.
Data Fokus
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas atau
istirahat.
2.
Sirkulasi
Tanda
:
·
Takikardia.
·
Frekuensi tak teratur/disritmia.
·
Irama jantung gallop (gagal jantung
sekunder terhadap effusi).
·
Tanda Homman.
·
TD: hipertensi/ hipotensi.
·
DVJ
3.
Integritas Ego
Tanda
: Ketakutan, gelisah
4.
Makanan/Cairan
Tanda
: Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus tekanan
5.
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
·
Nyeri dada unilateral, meningkat karena
pernapasan, batuk.
·
Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk
atau regangan (pneumothorak spontan)
Tanda :
·
Berhati-hati pada area yang sakit.
·
Perilaku distraksi.
·
Mengkerutkan wajah.
6.
Keamanan
Gejala
:
·
Adanya trauma dada.
·
Radiasi/kemoterapi untuk keganasan
7.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala
:
·
Riwayat faktor resiko keluarga;
tuberculosis, kanker.
·
Adanya bedah intratorakal/biopsi paru.
·
Bukti kegagalan membaik.
8.
Pernapasan
Gejala
:
·
Kesulitan bernapas, lapar napas.
·
Batuk (mungkin gejala yang ada).
·
Riwayat bedah dada/trauma : penyakit
paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi), penyakit interstisial
menyebar (sarkoidosis), keganasan.
Tanda
:
·
Pernapasan:peningkatan
frekuensi/takipnea.
·
Peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada dan leher, retraksi interkotal, ekspirasi
abdominal kuat.
·
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
·
Fremitus menurun.
·
Perkusi dada: Hiperesonan diatas area
terisi udara (pneumothorak), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan
(hemotoraks).
·
Observasi dan palpasi dada: Gerakan dada
tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan thoraks
(area yang sakit).
·
Kulit: Pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan.
·
Mental: Ansietas, gelisah, bingung,
pingsan.
·
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan
positif/terapi PEEP.
9.
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
Ds
· Klien mengatakan sesak
saat bernafas
· Klien mengatakan
pernafasanya cepat dan sesak
Do :
· Klien tampak sesak saat
bernafas
· Adanya pergerakan dinding dada yang cepat
· retrakasi
otot bantu pernapasan (+)
· pernafasan
klien tidak dalam batas normal
· klien
terpasang oksigen 3-6 liter
· tanda-tanda
vital klien tidak dalam batas normal (TD, Suhu, Nadi)
|
Penurunan Ekspansi Paru
|
Pola Pernafsan Tidak Efektif
|
2.
|
Ds :
·
klien
mengatakan klien batuk disertai dahak berwarna putih dengan frekuensi
1x/menit saat klien istirahat
·
klien
mengeluh batuk berdahak
Do :
·
klien
tampak batuk berdahak dengan frekuensi 1x/2 menit.
·
tampak adanya sekret atau dahak klien di area
mulut klien dan tempat pembuangan sekret klien
·
klien
terdengar batuk dan disertai dahak
|
Adanya akumulasi sekret jalan
napas.
|
Bersihan jalan napas tidak efektif
|
3.
|
Ds :
·
Klien
mengatakan susah dalam bernafas
·
Klien
mengatakan ketika sesak saat bernafas
·
Klien
mengatakan setelah batuk nafas tambah sesak
Do :
·
Klien
tampak kesusahan dalam bernafas
·
Klien
tampak sesak dan adanya pergerakan dinding dada
·
Klien
diberikan bantuan oksigen
·
Tanda-tanda
vital klien dalam batas abnormal
|
Penurunan kemampuan ekspansi paru
dan kerusakan membran aveolar kapiler.
|
Gangguan pertukaran gas
|
4.
|
Ds :
·
Klien
mengatakan ada kemerahan tempat dilakukan
tindakan WSD
·
Klien
mengatakan nyeri pada luka WSD
Do
:
·
Terdapat
tanda-tanda peradangan pada pemasangan WSD (rubor, kalor, dolor, nyeri dan fungsiolesa)
·
Terdapat
abnormal pada tanda-tanda vital klien (suhu, pernafasan, tekanan darah dan
nadi)
·
Klien
memberikan ekpresi ketidaknyaman sebagai tanda peradangan
|
Adanya port de entre
(lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
|
Resiko tinggi terjadi infeksi
|
5.
|
DS:
·
Klien mengatakan nyeri pada tempat pemasangan WSD
·
Klien
mengeluh kulit tempat pemasangan WSD luka dan terdapat lubang
DO :
·
Terdapat
adanya luka atau lubang pada pemasangan WSD
·
Terdapat
adanya kerusakan kulit pada tempat pemasanganWSD
|
Adanya luka pasca pemasangan WSD.
|
Kerusakan integritas jaringan
|
6.
|
Ds:
·
Klien mengatakan mual muntah
·
Klien mengatakan BB menurun
·
Klien mengatakan hanya menghabiskan 1
\4 dari 1 porsi yang diberikan rumah sakit
DO:
·
Klien tampak mual muantah
·
Klien
tampak hanya mengabiskan ¼ porsi makanan dalam satu porsi yang diberikan
rumah sakit
·
Adanya
data penurunan berat badan klien
·
Klien
terpasang selang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
·
Klien
terpasang selang kateter ntuk melancarkan kebutuhan eliminasi klien
·
Klien
terpasang infuse RL untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
|
Peningkatan metabolisme tubuh,
penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan struktur
abdomen.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
|
7.
|
DS:
·
Klien
mengatakan sesaknya bertambah saat melakukan aktifitas
·
Klien
mengatakan isitrahat dapat mengurangi sesak klien
·
Klien
mengatakan badanya terasa lemah
·
Kliemn
mengatakan tidak nyaman saat beraktifitas
DO :
·
Klien
tampak sesak saat beraktivitas
·
Adanya
dispneu atau ketidaknyaman saat beraktivitas
·
Pernafasan
klien tidak dalam batas normal
·
Klien
tampak mengeluh klien tidak mampu untuk mandiri dalam beraktivitas
·
Klien
tampak terpasang oksigen untuk memenhui kebutuhan oksigenasi klien
·
Klien
terpasang infuse RL pada lengan kiri
·
Klien
terpasang selang NGT ntuk memenuhi nutrisi klien
·
Klien
terpasang selang kateter ntuk melancarkan eliminasi klien
|
Kelemahan fisik umum, keletihan
sekunder adanya sesak napas.
|
Intoleransi aktifitas
|
8.
|
Ds :
·
Klien
mengatakan cemas dan takut terhadap keadaan klien
·
Klien
sering bertanya-tanya tentang kondisi klien
DO :
·
Klien
tampak cemas dan tampak takut
·
Klien
tamapk sering bertanya-tanya tentang keaadaanya kepada perawat
·
Tanda-tanda
vital klien tidak dalam batas normal
|
Adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
|
Cemas
|
9.
|
DS :
·
Klien
mengatakan tidak mampu untuk tidur dan istirahat dengan nyaman
·
Klien
mengatakan klien sering terganggu saat tidur oleh sesak yang dialami klien
DO :
·
Klien
tamapk mengeluh tidak mampu untuk beristirahath dan tidr dengan nyaman
·
Klien
tampak mengelh sering terbangun saat tidur dimalam hari
|
Batuk yang menetap dan sesak napas
serta perubahan suasana lingkungan
|
Gangguan pola tidur dan istirahat
|
10.
|
Ds :
·
Klien
sering bertanya tentang kondisi klien dan penyakitnya
·
Klien
tidak menaati proses keperawatan yang diberikan
DO :
·
Klien
tampak sering bertanya terhadap keaadan dan kondisi kesehatannya
·
Klien
sering menolak terhadap asuhan kepreawatn yang diberikan oleh perawat
·
Klien
tampak tak acuh saat diberikan tindakan dalam proses keperawatan
|
Informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan.
|
Kurangnya pengetahuan
|
10. Diagnosa
Keperawatan
1.
Ketidak
efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2.
Bersihan
jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas.
3.
Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan
kerusakan membran aveolar kapiler.
4.
Resiko
tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre
(lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
5.
Kerusakan
integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
6.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas
sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
7.
Intoleransi
aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder
adanya sesak napas.
8.
Cemas
berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas).
9.
Gangguan
pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas
serta perubahan suasana lingkungan
10. Kurangnya pengetahuan yang
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan
pengobatan.
(Sumber
: Arif muttaqim, 2008)
11. Rencana
Asuhan Keperawatan
1.
Ketidak
efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan
dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola
napas kembali efektif, tidak terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas,
hipoksia,
Intervensi
a. Mengidentifikasi etiologi/faktor
pencetus. Contoh kolaps spontan, trauma, kegansan, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.
Rasional
: Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat
dan memilih tindakan terapeutik lain.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat
kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya sianosis,
perubahan tanda vital.
Rasional
: Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stres fisologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia/perdarahan.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan
bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
Rasional
: Kesulitan bernapas “dengan” ventilator dan/atau peningkatan tingkatan jalan
napas diduga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis, ruptur spontan
dari bleb, terjadinya pneumotorak).
d. Auskultasi bunyi napas.
Rasional
: Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh
area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area
kolaps menurun bunyinya.Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran
gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
e. Catat pengembangan dada dan posisi
trakea.
Rasional
: Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi
yang sakit pada tegangan pneumotorak.
f. Kaji fremitus.Rasional : Suara dan
taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang tersisi
cairan/konsolidasi.
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan
bila batuk, napas dalam.
Rasional
: Sokong terhadap dada dan otot dan abdominal membuat batuk lebih
efektif/mengurangi trauma
h. Dorong pasien untuk duduk sebanyak
mungkin.
Rasional
: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas
pada sisi yang tak sakit.
2.
Bersihan
jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas,
Tujuan
dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan
napas kembali efektif, tidak ada sumbatan sputum, jalan napas bersih
Intervensi
a. Awasi perubahan status jalan napas
dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status kebersihan.
Rasional
: penurunan aliran udara terjadi pada area yang tertekan oleh udara, bunyi
napas biasanya rales atau pun tidak terdengar karena adanya udara pada rongga
pleura,
b. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan
dan gerakan dada.
Rasional
: takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
c. Berikan pelembab saat terpasang O2
Rasional
: cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan baik yang tampak maupun yang
tidak, saat bernapas paien akan mengeluarkan uap sehingga diperlukan pelembab
untuk mengurangi uap yang keluar,
d. Lakukan tindakan pembersihan jalan
napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu
lakukan suction)
Rasional
: membantu melancarkan pembersihan dan merangsang batuk secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tidak produktif.
e. Ajarkan teknik batuk efektif dan
cara menghindari alergi
Rasional
: batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia
mempertahankan mekanisme paten.
f. Berkolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian obat bronkodilator
Rasional
: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan cara menurunkan ketidak nyamanan
tetapi harus digunakan secara hati-hati.
3.
Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan
kerusakan membran aveoler kapiler.
Tujuan dan
keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pertukaran gas tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda asidosis ataupun alkalosis,
Intervensi
a. Awasi perubahan status pernapasan
Rasional
: manifestasi syok pernapasan pada indikasi tertentu dapat terjadi karena
perubahan volume udara yang masuk.
b. Atur posisi sesuai dengan kebutuhan
Rasional
:posisi fowler ataupun semi fowler dapat melancarkan pernapasan karena posisi
trakhea akan lebih terbuka saat posisi tersebut.
c. Berikan oksigenasi.
Rasional
:tujuan terapi O2 adalah mempertahankan PaO2 di atas 60
mg, oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
d. Ajarkan teknik bernapas dan
releksasi yang benar
Rasional
: ansietas dapat menyebabkan masaslah psikologis sesuai dengan respon fisiologi
terhadap hipoksia.
e. Pertahankan berkembangnya paru
dengan memasang ventilasi mekanis, chest tube, dan chest drainase sesuai dengan
indikasi
Rasional
: dapat dilakukan bila kondisi memungkinkan terjadinya gagal napas akut,
sehingga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
4.
Resiko
tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre
(lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
Tujuan dan
keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko
tinggi tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada tanda-tanda
infeksi, Intervensi
a. Kaji warna kulit atau suhu dan
pengisian kapiler pada area pemasangan WSD dan tandur kulit
Rasional
: mmerupakan tanda dan gejala infeksi sekunder yang harus dicegah dengan
memonitor tanda dan gejala tersebut.
b. Tetap pada dasilitas kontrol infeksi
(sterillisasi dan prosedur antiseptik)
Rasional
: tindakan sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan prinsip steril dapat
mencegah terjadinya infeksi sekaligus mengurangi resiko.
c. Ulangi studi laboratorium untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi sistemik.
Rasional
: leukosit tinggi menunjukan adanya infeksi, sehingga memerlukan intervensi
lebih lanjut dengan bantuan tim medis lain.
d. Ganti balutan setiap hari.
Rasional
: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan memberikan kenyamanan pada pasien
dengan digantinya balutan.
e. Berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotik sesuai petunjuk.
Rasional
: antibiotik dapat membunuh mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.
5.
Kerusakan
integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
Tujuan dan
keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
integritas kulit dapat teratasi, tidak terjadi perluasan kerusakan jaringan, tidak
terjadi iritasi lain.
Intervensi
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional
: mengidentifikasi secara dini adanya takikardi yang mungkin indikatif dari
terjadinya infeksi.
b. Waspadai faktor resiko lanjut
Rasional : ini mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pada
infeksi
c. Tutup luka dengan balutan steril.
Rasional
: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mempertahankan luka dengan sifat
luka itu sendiri (kering/basah)
d. Kaji faktor resiko perluasan
integritas kulit
Rasional
: faktor resiko perluasan akan mencegah terjadinya perluasan kerusakan yang
dapat dicegah secara dini
6.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungna
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas
sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
Tujuan
dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi, berat badan klien dalam batas ideal, nafsu
makan klien baik, tidak ada mual/muntan ataupun anoreksia.
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan
mual/muntah atau tidak nafsu makan
Rasional
: pemilihan makanan yang disukai pasien akan menambah nafsu makan dan
meningkatkan asupan.
b. Auskultasi bising usus.
Rasional
: mengetahui gambaran akan kondisi usus untuk saat ini, dan langkah kedepan
dalam menentukan intervensi lebih lanjut
c. Observasi adanya distensi abdomen
Rasional
: distensi abdomen merupakan manifestasi dari timbulnya penyakit lain yang
menyebabkan komplikasi akan semakin berat
d. Berikan makanan dalam porsi kecil
tapi sering
Rasional
: dalam porsi kecil makanan dapat langsung dicerna dan tidak mengakibatkan
mual/muntah sehingga asupan nutrisi lebih baik
e. Evaluasi stasus nutrisi umum,
Rasional
: kebutuhan nutrisi sangatlah diperlukan dalam proses penyembuhan karena
pembentukan protein-protein yang terkandung dalam makanan dapat mengidentifikasikan
adanya mal nutrisi.
f. Monitor penurunan berat badan kurang
dari batas normal.
Rasional
: penurunan berat menunjukan adanya malnutrisi atau manifestasi dari penyakit
kronik.
7.
Intoleransi
aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder
adanya sesak napas.
Tujuan
dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan ADL dapat tercapai, klien dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri,
klien dapat beraktivitas bebas.
Intervensi
a. Evaluasi respon klien terhadap
aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan
tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahakan istrahat.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung selama fase akut sesuai dengan indikasi.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
c. Bantu pasien untuk memilih posisi
yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala lebiih tinggi
dari badan,
d. Batu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan
Rasional
: meminimalkan kelemahan/kelelahan dan membantu keseimbangan suplai O2.
e. Ajarkan klien teknik ROM pasif
ataupu pasif
Rasional
: membantu mencegah terjadinya keram akibat istirahat yang lama dan membantu
memperlancar peredaran darah.
8.
Cemas
berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas)
Tujuan
dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas
dapat teratasi, klien tidak gelisah, klien tidak bertanya-tanya.
Intervensi
a. Evaluasi tingkat pemahaman
pasien/orang terdekat tentang diagnose
Rasional
: pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini
melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang
perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b. Berikan kesempatan untuk bertanya
dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai
pemahaman yang sama.
Rasional
: Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi
terhadap informasi.
c. Akui rasa takut/masalah pasien dan
dorong mengekspresikan perasaan
Rasional
: Dukungan kemapuan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya. Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan
meskipun lebih banyak waktu untuk mulai mengekpresikannya.
d. Terima penyangkalan pasien tetapi
jangan dikuatkan
Rasional
: Bila penyangkalan ekstrem atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan.
Menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka secara penyelesaiannya.
e. Catat komentar/prilaku yang
menunjukan menerima dan/atau menggunakan strategi efektif menerima situasi.
Rasional
: takut/ansietas menurun, pasien mulai menerima/secara positif dengan
kenyataan. Indikator kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untun
berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.
f. Libatkan pasien/orang terdekat dalam
perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/pengobatan.
Rasional
: dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada pasien
yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
g. Berikan kenyamanan fisik pasien.
Rasional
: ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik mentap
9.
Gangguan
pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas
serta perubahan suasana lingkungan
Tujuan dan keriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola tidur dapat teratasi,
klien dapat istirahat dengan tenang, klien merasa nyaman
Intervensi
1)
Berikan
kesempatan klien untuk tidur sejenak, anjurkan untuk mengurangi aktivitas
Rasional : karena aktivitas fisik dan mental yang lama
mengakibatkan kelemahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang
tinggi tanpa adanya stimulasi berlebihan dapat menjadi penyebab sulit tidur
2)
Evaluasi
adanya stres sesuai dengan perkembangannya hari demi hari
Rasional : peningkatan kebingungan disorientasi dan tingkah
laku yang tidak kooperatif dapat mengganggu pola tidur
3)
Anjurkan
klien mendengarkan musik yang lembut dan tenang
Rasional : dapat menenangkan pikiran dan meningkatkan klien
untuk dapat tidur
4)
Berikan
klien lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : lingkungan yang tenang dapat menambah keinginan
untuk tidur dan istirahat tidak terganggu karena kenyamanan tersebut.
5)
Kaji
faktor penyebab dari sulit tidur
Rasional : dapat mengidentifikasi tindakan lebih lanjut dari
intervensi sesuai dengan penyebab pasien sulit tidur.
10.
Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan
dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kurangnya pengetahuan dapat teratasi, klien dapat mengerti tentang penyakitnya,
klien dapat memahami tentang pengobatannya.
Intervensi
a. Kaji patologi masalah individu
Rasional
: informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar
untuk pemahaman kondisi dinamika dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Indentifikasi kemungkinan
kambuh/komplikasi jangka panjang.
Rasional
: penyakit paru-paru ada yang seperti PPOM berat dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang mendierita
pneumotorak spontan.Insiden kambuh 10%-50%.Orang yang mempunyai episode spontan
kedua berisiko tinggi untuk insiden ketiga (60%).
c. Kaji ulang tanda/gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat. Contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres
pernapasan lanjut.
Rasional
: Berulangnya pneumotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan
potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik. Contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
Rasional
: Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.
BAB III
TINAJAUAN KASUS
A. Pengkajian
a. Identitas
klien
·
Nama klien / inisial : Tn. M
·
Umur :
62 tahun
·
Jenis kelamin : Laki - laki
·
Status :
Kawin
·
Pekerjaan : Petani
·
Pendidikan : SLTA sederajat
·
Alamat :
·
Diagnose Medic : Pneumothoraks
·
Tanggal masuk : 15 Oktober 2014
·
Tanggal pengkajian : 4 November 2014
b. Penangung
jawab
·
Nama :
Ny. S
·
Umur :
58 tahun
·
Hubungan dengan klien : Istri klien
·
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. Askep
bio
a. Alasan
masuk rumah sakit
Klien datang
kerumah sakit RSUD Ahmad Mocthar melalui IGD dengan keluhan sesak nafas 2 hari
yang lalu di sertai dengan batuk, sputum klien berwarna putih, dimana klien
diantar oleh keluarga dengan kesadaran, nilai GCS 14.
b. Riwayat
kesehatan sekarang
Pada saat
melakukan pengkajian pada klien pada tanggal 10 November 2014 dimana klien
mengatakan nafas masih sesak, batuk (+), dahak putih, didapatkan tanda vital klien
tekanan darah 160/100 mmhg, nadi 86 x/menit, pernapasan 40 x/menit dan suhu
36,6 ˚. Klien mengatakan sesak yang dialami ± 1 minggu yang lalu.
c. Riwayat
kesehatan dahulu
Klien mengatakan
pernah mengalami penyakit ini sebelumnya, tetapi tidak sampai di rawat di rumah
sakit, klien hanya minum obat paru yang dibeli di apotik, dank lien sering
minum obat tersebut jika gejala sesak datang.
Klien mengatakan
tidak mengalami riwayat alergi apapn dank lien mengatakan klien memiliki
kebiasaan merokok yang sehari klien mengabiskan ± ½ sehari dan juga klien mengatakan sering minum kopi sebagai
penyerta rokok yang sehari klien minum ± 1 gelas sehari.
d. Riwayat
kesehatan keluarga
Klien mengatakan
bahwa tidak ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit yang sama dengan
klien.
e. Genogram
Ket :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal
serumah
: Meninggal
dunia
Klien adalah kepala kelarga dengan memiliki 4 orang
anak dari 1 orang istri. Anak laki-laki klien berjumlah 3 orang dan memiliki 1
orang anak perempuan. Kedua orang tua klien sedah meninggal dunia danklien
adalah anak ke-1 dari 4 bersaudara. Klien tinggal serumah dengan istri dan anak
ke-3 dan ke-4.
f. Riwayat
lingkungan
Klien mengatakan
bahwa tempat tinggal atau lingkungan sekitar rumah klien udaranya kurang
bersih, karena klien tinggal di pinggir jalan raya yang setiap hari bising dan
banyak polusi.
g. Pemeriksaan
fisik
a) Keadaan
umum
·
Kesadaran : Composmentis
·
Tanda – tanda vital
Tekanan darah :
160/100 mmhg
Nadi :
86 kali/menit
Suhu :
36,6
Pernapasan :
40 kali/menit
TB : 165 cm
BB : 45 kg
b) Kepala
·
Inspeksi : kepala bulat, kulit kepala kurang bersih,
tidak ada masa pada kulit kepala dan tidak ada hematom
·
Palpasi :
tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa teraba pada kulit kepala
c) Mata
·
Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan,
konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterik, palpebra tidak
ada edema dan fungsi penglihatan normal.
d) Hidung
·
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan
cuping hidung (-), fungsi penciman normal.
e) Mulut
·
Inspeksi : bentuk bibir simetris atas dan bawah, mukosa
bibir kering, lidah sedikit kotor, gigi tidak lengkap, adanya caries, tidak ada
peradangan dan tidak ada sariawan.
f) Telinga
·
Inspeksi : telinga
simetris kiri dan kanan, tidak ada peradangan, tidak ada cairan yang
keluar dari telinga, fungsi pendengaran baik, pasien tidak mengunakan alat batuk
dengar.
g) Leher
·
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjer
tyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis (2 cmH2o)
·
Palpasi : tidak ada keluhan nyeri saat menelan
h) Paru
– paru
·
Inspeksi : bentuk dada normoches, pergerakan dinding
dada tidak simetris dimana yang kanan lebih cepat dari pada yang kiri, pola
nafas anreguler, retrakasi otot bantu pernapasan (+), tidak ada jejas, RR : 40
x/menit, terdapat adanya
gelembung-gelembung kecil yang berisi udara di daerah dada.
·
Palpasi :
pada pemeriksaan taktil / focal fremitus getaran antara paru kanan dan kiri
tidak sama
·
Perkusi : kanan vesikuler dan kiri sonor
·
Auskultasi : terdengan suara ronchi (+), wheezing (-)
i)
Jantung
·
Inspeksi : icktus kordis tidak terlihat
·
Palpasi :
ictus kordis teraba di intercostals ke-V, 2 cm dari midklavikula kiri
·
Perkusi : suara redup di daerah jantung
·
Auskultasi : Bj 1 dan Bj II normal lup dup, murmur (-).
j)
Abdomen
·
Inspeksi : tidak ada tampak gambaran vena pada abdomen,
asites (-)
·
Palpasi :
nyeri tekan (-), hepar tidak teraba
·
Perkusi :
timpani
·
Auskultasi : peristaltik usus 15 x/ mnt
k) Kulit,
rambut dan kuku
·
Inspeksi: kulit tidak pucat, kulit
bersisik, warna kulit sawo matang, warna rambut sedikit beruban, dan kuk tidak
sianosis.
·
Palpasi :
tugor kulit jelek, tugor baik capilar refill < 3 detik dan akral teraba
hangat, rambut mudah rontok, dan kulit teraba hangat
l)
Genitalia
·
Bersih dan tidak ada kelainan
m) Ekstremitas
·
Ekstremitas atas : pada lengan kiri
terpasang infuse RL, tidak ada jejas, tidak ada edema, dan akral hangat
·
Ekstremitas bawah : keadaan kedua kaki
dalam keadaan lemah, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema
·
Tonus otot : kekuatan otot ektermitas atas baik, mampu melawan tekanan
yang diberikan
n) Neurologi
·
GCS :
15 Composmentis ( E 4, M 6, V 5 )
·
Disorientasi : tidak ada
·
Tingkah laku :biasa
h. Data aktivitas sehari-hari
No
|
Aktivitas
|
Saat
dirumah
|
Saat
dirumah sakit
|
1
|
Pola
nutrisi dan cairan
|
1. Frekuensi
makan 3x sehari
2. Mengabiskan
1 porsi makanan
3. Intake
cairan 6/sehari
4. Diet
makanan biasa
5. Makan
melalui oral
6. Makanan
pantangan tidak ada
7. Perubahan
BB selama 3 bulan terhakir 54 kg
8. Keluhan
yang dirasakan tidak ada
|
1. Frekuensi
makan 3x sehari
2. Hanya
mengabiskan ¼ porsi dalam 1 porsi makanan
3. Intake
cairan oral : 500 cc/24 jam, parental : 1000 cc/24 jam
4. Diet
makanan lunak
5. Makan
melalui selang NGT
6. Nafsu
makan menurun
7. Perubahan
BB selama dirawat 45 kg
8. Nafsu
makan menrun
|
2
|
Pola
eliminasi
|
BAB
·
Frekuensi 1x/hari
·
Penggunaan pencahar tidak ada
·
Warna kuning
·
Konsistensi lembek
·
Waktu pagi hari
BAK
·
Frekuensi 4-5x sehari
·
Warna kuning jernih
·
Bau amoniak
·
Output
|
BAB
·
fekuensi 1x/hari
·
menggunakan pencahar
·
warna kuning kehitaman
·
konsisitensi keras
·
waktu tak tentu
BAK
·
frekensi kateter
·
warna kning agak keruh
·
bau amoniak meningkat
·
output : 1000 cc
|
3
|
Pola
tidur dan istirahat
|
·
waktu tidur dimalam hari
·
lama 6-8jam/hari
·
kesulitan dalam tidur tidak ada
|
·
waktu tidur tidak menentu
·
lama tidur ±4 jam/hari
·
kesulitan dalam tidur ada
(menjelang tidur, sering terbangun saat tidur, merasa tidak puas saat
terbangun)
|
4
|
Aktivitas/latihan
|
·
keluhan saat latihan/aktivitas
tidak ada
·
keluhan nyeri dada saat latihan
tidak ada
·
aktivitas saat senggang : bekerja
dan membersihkan rumah
|
·
mengalami keluhan saat latihan
(sesak nafas)
·
mengalami keluhan saat latihan
·
tidak dapat melakukan aktivitas
saat senggang
|
Pemeriksaan penunjang
A. Diagnostik :
1. Rontgen thorak
Dilakukan tanggal : 16 Oktober
2014 dengan hasil terdapat udara dalam ronga pleura sebelah dextra
B. Laboratorium :
1. Urine tanggal : 16 Oktober 2014
· Feses à Warna : kuming, Kekeruhan (+)
· Sedimen à Eritrosit : +2, Leukosit : +3
· Silender à Hialin : -, Granulosit : (-), Eritrosit : (-), Epitel : (+),
Bakteri : (+)
Kimia urine
· Protein :
(-)
· Bilirubin :
(-)
· Urobilirubi :
(+)
· PH :
5,0
· Nitrit :
(+)
· Hb :
(+)
· BJ :
1.020
· Leukosit :
(+3)
2. Hematologi
· HB :
14,5 gr% (P=13.0-16.0dan W=12.0-14.0)
· Leukosit :
8550 mgdl
· Hematokrit :
41,1 mgdl
· Eritosit :
4.80 mgdl
· Trombosit :
296.000/dl
3. Kimia klinik
GD : 86,6
mg/dl
Ureum : 22,8 mg/dl
Kreatinin : 0,95 mg/dl
Therapi
·
ANALISA DATA
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS :
·
Klien mengatakan sesak saat bernafas
·
Klien mengatakan pernafasanya cepat dan sesak
sehingga membuatnya mudah lelah.
DO :
· Klien tampak sesak saat
benafas
· pergerakan
dinding dada tidak simetris dimana yang kanan lebih cepat dari pada yang
kiri,
· retraksi
otot bantu pernapasan (+)
· pernafasan
klien 40x/menit, TD =160/100 mmHg, nadi = 86x/menit dan suhu = 36,6˚
· klien
terpasang oksigen 3 liter
|
Menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
|
Ketidak efektifan pola pernafasan
|
2
|
Ds :
·
klien
mengatakan klien batuk disertai dahak berwarna putih dengan frekuensi
1x/menit saat klien istirahat
·
klien
mengeluh batuk berdahak
Do :
·
klien
tampak batuk berdahak dengan frekuensi 1x/2 menit.
·
tampak adanya sekret atau dahak klien di area
mulut klien dan tempat pembuangan sekret klien
·
klien
terdengar batuk dan disertai dahak
|
Adanya akumulasi sekret jalan
napas.
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif
|
3.
|
DS
·
klien mengatakan nafsu makan menurun karena
klien sering batuk berdahak
·
klien mengatakan tidak mampu untuk
meangkomsumsi makanan secara sempurna karena klien terpasang selang NGT
DO
· klien tampak batuk
berdahak dengan frekuensi 1 x/menit
· klien tampak terpasang
selang NGT untuk intake makanan
· klien tampak mengeluh
nafsu makan klien menurun
· diet makanan klien saat
pengkajian adalah makanan cair
· mulut klien tampak
kotor karena ada sekret
|
Peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap
penekanan struktur abdomen.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
|
4.
|
DS
·
klien
mengatakan nafas klien sesak jika klien beraktifitas seperti berjalan
·
klien
mengatakan klien akan sesak nafas dan disertai nyeri dada jika klien
beraktifitas
DO
·
klien
tampak sesak jika klien berjalan atau berkatifitas
·
nafas
klien tampak cepat disertai klien
memegang dadanya saat klien beraktifitas
·
klien
terpasang oksigen 3 liter
·
pernafasan
klien 40x/menit
|
dengan kelemahan fisik umum,
keletihan sekunder adanya sesak napas.
|
Intoleransi aktifitas
|
5
|
DS
·
klien
mengatakan klien batuk disertai dahak berwarna putih dengan frekuensi
1x/menit saat klien istirahat
·
klien
mengatakan klien sering terbangun pada malam hari karena sesak klien timbul
·
klien
mengeluh batuk dan sesak nafas klien sering mengganggu kenyamanan istirahat
dan tidur klien
DO
·
klien
tampak batuk berdahak saat klien istirahat
·
keluarga
dan klien tampak mengeluh bahwa waktu istirahat dan tidur klien sering
tergangu karena batuk dan sesak nafas klien muncul
·
klien
terdengar batuk dan tampak sesak pada malam
|
batuk yang menetap dan sesak napas
serta perubahan suasana lingkungan
|
Gangguan pola tidur dan istirahat
|
DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernafasan
yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan
struktur abdomen.
4. Intoleransi aktifitas yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya sesak napas.
5. Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana
lingkungan
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan/Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ketidak efektifan pola pernafasan
yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
|
setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif, tidak terjadi komplikasi
seperti syok, gagal napas, hipoksia.
|
1. Mengidentifikasi etiologi/faktor
pencetus. Contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.
2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat
kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya
sianosis, perubahan tanda vital.
3. Awasi kesesuaian pola pernapasan
bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
4. Auskultasi bunyi napas.
5. Catat pengembangan dada dan posisi
trakea
6. Kaji premitus.
7. Kaji pasien adanya area nyeri
tekan bila batuk, napas dalam.
8. Dorong pasien untuk duduk sebanyak
mungkin
|
§ Pemahaman penyebab kolaps paru
perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik
lain.
§ Distres pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisologi dan nyeri atau
dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/perdarahan.
§ Kesulitan bernapas “dengan”
ventilator dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga memburuknya
kondisi/terjadinya komplikasi
§ Bunyi napas dapat menurun atau tak
ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area
atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps menurun
bunyinya.Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan
memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
§ Pengembangan dada sama dengan
ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan
pneumotorak.
§ Suara dan taktil fremitus
(vibrasi) menurun pada jaringan yang tersisi cairan/konsolidasi.
§ Sokong terhadap dada dan otot
|
2
|
Bersihan jalan napas tidak efektif
yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
|
Tujuan : jalan nafas efektif
keriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali efektif, tidak
ada sumbatan sputum, jalan napas bersih
|
§ Awasi perubahan status jalan napas
dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status kebersihan.
§ Kaji frekuensi/kedalaman
pernafasan dan gerakan dada.
§ Berikan pelembab saat terpasang O2
§ Lakukan tindakan pembersihan jalan
napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu
lakukan suction)
§ Ajarkan teknik batuk efektif dan
cara menghindari alergi
§ Berkolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian obat bronkodilator
|
§ Rasional : penurunan aliran udara
terjadi pada area yang tertekan oleh udara, bunyi napas biasanya rales atau
pun tidak terdengar karena adanya udara pada rongga pleura.
§ Rasional : takipnea, pernapasan
dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada
§ Rasional : cairan diperlukan untuk
menggantikan kehilangan baik yang tampak maupun yang tidak, saat bernapas
paien akan mengeluarkan uap sehingga diperlukan pelembab untuk mengurangi uap
yang keluar
§ Rasional : membantu melancarkan
pembersihan dan merangsang batuk secara mekanik pada pasien yang tak mampu
melakukan karena batuk tidak produktif.
§ Rasional : batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan napas alami, membantu silia mempertahankan mekanisme paten.
§ Rasional : alat untuk menurunkan
spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan cara menurunkan ketidak nyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati.
|
3
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap
penekanan struktur abdomen.
|
setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi, berat
badan klien dalam batas ideal, nafsu makan klien baik, tidak ada mual/muntan
ataupun anoreksia.
|
1. Identifikasi faktor yang
menimbulkan mual/muntah atau tidak nafsu makan.
2. Auskultasi bising usus.
3. Observasi adanya distensi abdomen.
4. Berikan makan dalam porsi kecil
tapi sering.
5. Evaluasi status nutrisi umum.
6. Monitor penurunan berat badan
kurang dari batas normal.
|
·
pemilihan
makanan yang disukai pasien akan menambah nafsu makan dan meningkatkan
asupan.
§ mengetahui gambaran akan kondisi
usus untuk saat ini, dan langkah kedepan dalam menentukan intervensi lebih
lanjut
distensi
abdomen merupakan manifestasi dari timbulnya penyakit lain yang menyebabkan
komplikasi akan semakin berat
§ dalam porsi kecil makanan dapat
langsung dicerna dan tidak mengakibatkan mual/muntah sehingga asupan nutrisi
lebih baik
§ kebutuhan nutrisi sangatlah
diperlukan dalam proses penyembuhan karena pembentukan protein-protein yang
terkandung dalam makanan dapat mengidentifikasikan adanya mal nutrisi.
§ penurunan berat menunjukan adanya
malnutrisi atau manifestasi dari penyakit kronik
|
4
|
Intoleransi aktifitasyang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya sesak
napas.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan aktifitas terpenuhi, klien dapat memenuhi kebutuhan
secara mandiri, klien dapat beraktivitas bebas.
|
1. Evaluasi respon klien terhadap
aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan
perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
2. Berikan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung selama fase akut sesuai dengan indikasi.
3. Bantu pasien untuk memilih posisi
yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
4. Batu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan .
5. Ajarkan klien teknik ROM pasif
ataupu pasif.
|
§ menetapkan kemampuan/kebutuhan
pasien dan memudahakan istrahat.
§ menurunkan stres dan rangsangan
berlebihan, meningkatkan istirahat.
§ pasien mungkin nyaman dengan kepala
lebiih tinggi dari badan.
§ meminimalkan kelemahan/kelelahan
dan membantu keseimbangan suplai O2
§ membantu mencegah terjadinya keram
akibat istirahat yang lama dan membantu memperlancar peredaran darah.
|
5
|
Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana
lingkungan
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan gangguan pola tidur dapat teratasi, klien dapat
istirahat dengan tenang, klien merasa nyaman
|
1.
Berikan
kesempatan klien untuk tidur sejenak, anjurkan untuk mengurangi aktivitas.
2.
Evaluasi
adanya stres sesuai dengan perkembangannya hari demi hari
3.
Anjurkan
klien mendengarkan musik yang lembut dan tenang
4.
Berikan
klien lingkungan yang nyaman dan tenang
5.
Kaji
faktor penyebab dari sulit tidur
|
§ karena aktivitas fisik dan mental
yang lama mengakibatkan kelemahan yang dapat meningkatkan kebingungan,
aktivitas yang tinggi tanpa adanya stimulasi berlebihan dapat menjadi
penyebab sulit tidur
§ peningkatan kebingungan disorientasi
dan tingkah laku yang tidak kooperatif dapat mengganggu pola tidur.
§ dapat menenangkan pikiran dan
meningkatkan klien untuk dapat tidur
§ lingkungan yang tenang dapat
menambah keinginan untuk tidur dan istirahat tidak terganggu karena
kenyamanan tersebut
§ dapat mengidentifikasi tindakan
lebih lanjut dari intervensi sesuai dengan penyebab pasien sulit tidur.
|
CATATAN PERKEMBANGAN
No
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
Ketidak efektifan pola pernafasan
yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
|
1. Mengidentifikasi etiologi/faktor
pencetus. Contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.
2. Mengevaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan
serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda
vital.
3. Mengawasi kesesuaian pola pernapasan
bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
4. Mengauskultasi bunyi napas.
5. Mencatat pengembangan dada dan posisi
trakea
6. Mengkaji premitus.
7. Mengkaji pasien adanya area nyeri tekan
bila batuk, napas dalam.
8. Mendorong pasien untuk mobilisasi
senyaman mungkin
|
S : Klien mengatakan sesak dan susah bernafas
O : -Klien tampak sesak nafas
-pernafasan klien 40 x/menit
-klien tampak terpasang oksigen 6
liter
-Terlihat
adanya pergerakan dinding dada klien cepat saat bernafas
A : Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
|
2
|
Bersihan jalan napas tidak efektif
yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
|
1. Mengawasi perubahan status jalan napas
dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status kebersihan.
2. Melakukan tindakan pembersihan jalan
napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu
lakukan suction)
3. Mengajarkan teknik batuk efektif
|
S : -Klien mengatakan masih mengalami
batuk berdahak
O :- klien
tampak batuk berdahak
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
|
3
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap
penekanan struktur abdomen.
|
1. Mengidentifikasi faktor yang
menimbulkan mual/muntah atau tidak nafsu makan.
2. Mengauskultasi bising usus.
3. Mengobservasi adanya distensi abdomen.
4. Memberikan makan dalam porsi kecil
tapi sering.
5. Mengevaluasi status nutrisi umum.
6. Memonitor penurunan berat badan
kurang dari batas normal.
|
S : -Klien mengatakan
Nafsu makan menurun
- Klien
mengatakan berat badannya
turun
O :- Nafsu makan klien tampak menurun
-Klien tampak tidak mengabiskan
maksnanya
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
|
4
|
Gangguan ADL (aktivity daily
living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder
adanya sesak napas.
|
1.
1. Mengevaluasi respon klien terhadap
aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan
perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung selama fase akut sesuai dengan indikasi.
3. Membantu pasien untuk memilih posisi
yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
4. Mengevaluasi aktivitas perawatan diri yang
diperlukan .
Ajarkan
klien teknik ROM pasif ataupu pasif.
|
S: klien mengatakan belum mampu melakukan
aktivitas
O:- klien tampak dibantu
saat beraktifitas
-klien tampak sesak saat beraktifitas
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
|
5
|
Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana
lingkungan
|
1.
Memberikan kesempatan klien untuk tidur sejenak, anjurkan
untuk mengurangi aktivitas.
2.
Mengevaluasi adanya stres sesuai dengan perkembangannya hari
demi hari
3.
Menganjurkan klien mendengarkan musik yang lembut dan tenang
4.
Memberikan klien lingkungan yang nyaman dan tenang
5.
Mengkaji faktor penyebab dari sulit tidur
|
S :- klien
mengatakan tidurya terganggu
karena sesak bernafas
O:- klien
tampak tidurya
ternganggu
-klien tapak
mengeluh sesaknya mengganggu tidur dan istirahat
A: - Masalah belum teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
|
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga
pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2003).
Dari
Kasus Dan Pembahasan Diatas, Kami Dapat Mengambil Kesimpulan Bahwa.
1.
Pada pengkajian sirkulasi dan integritas ego terdapat perbedaan antara kasus
dan teori.
2.
Pada intervensi dan implementasi, tidak semua dapat dilakukan karena
menyesuaikan dengan kondisi dan situasi klien.
B. SARAN
1.
Dengan adanya perbedaan antara teori dan kasus, diharapkan perawat dapt
melakukan pengkajian dengan benar dan tepat sehingga intervensi yang
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
2.
Perawat dalam melakukan intervensi dan implementasi hendaknya tidak hanya
mengacu pada teori yang ada, tetapi juga harus mempertimbangkan kondisi klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik
Klinis, edisi 6 : Jakarta. EGC.
Doengoes, M.et.al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta
: EGC
Price.
A. Silvia, Wilson. M. Lorrame. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,Jakarta
: EGCono, Stamet. 2001. Buku Ajar IPD Jilid 2 Edisi III. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar